Melanjutkan tulisan soal perbandaran ini, tinggal satu bahasan lagi yaitu saya, bandar, dan kamu. Sekarang coba jawab satu pertanyaan sederhana. Apa alasan kamu memilih dan membeli sebuah saham? Alasan yang muncul antara lain sbb :
- Hasil LK-nya bagus. Laba naik; atau
- Laba turun, tapi historis fundamentalnya bagus dengan pertumbuhan yang tinggi. Jadi kalau harga turun, ini kesempatan buat beli. #penuh_percaya_diri; atau
- Teknikal bagus. Ada potensi upside ke bla bla bla; atau
- Asing kolek terus dah beberapa hari ini. Asing aja beli, napa kita ga?; atau
- Rekomendasi teman / analis. Rekomendasinya jarang meleset lho? #tuink; atau
- Saya sudah lama memantau saham ini. Menurut saya kalau pun turun, targetnya tidak jauh yaitu ke bla bla bla. Potensi upsidenya masih sangat menarik karena valuasi wajarnya adalah bla bla bla.; atau
- Ini perusahaan bagus karena dipimpin oleh orang-orang kredibel. Cek saja. Direkturnya saja Optimus Prime. Masa masih ragu-ragu? #top; atau
- Terlihat bandar sudah kolek saham ini sejak di harga rendah dan belum tampak keluar hingga sekarang. Kemungkinan harga masih akan terbang menggapai bintang; #atau
- Ga ada alasan yang khusus sih. Cuma feeling aja. Keknya ini saham bagus deh. Bener ga sih?; atau
- Banyak yang beli sih. Jadi ikut-ikutan gitu deh. Seru aja! xixixixixi #sambil_cekikikan_kuntilanak
Dari awal trader sangat percaya diri bahwa pilihannya benar. Ketika harga tidak bergerak sesuai harapannya, maka cuma satu pihak yang bakalan kena sasaran kemarahan : Bandar! Bandar yang tak tahu menahu apa yang kita inginkan mendadak jadi tersangka dan duduk di kursi pesakitan menunggu jatuh vonis dari hakim. Bahkan bandar paling gila sekalipun akan berteriak, "WTFFFFF???!!!" Dari info yang pernah saya baca, uang beredar di pasar saham, hampir 90%-nya dikuasai oleh institusi dan pemain besar. Dari jumlah tersebut, 55%-nya dikuasai oleh asing. Jika jumlah duit ritel ini digabung jadi satu yang notabene bukan investor besar atau pemain kelas kakap, maka jumlahnya cuma +/- 10% dari total uang beredar. Jadi kalau bandar menargetkan buat 'ngerampok' duit ritel, saya bisa bilang ini bandar pasti salah sasaran. Ada 90% duit beredar yang jauh lebih menarik ketimbang melirik duit ritel yang tak seberapa ini.
Jadi akhirnya terpulang kepada kita masing-masing. Sejatinya bandar akan menggunakan strategi khusus untuk memenangkan pasar. Jika ia tak bisa menang, setidaknya ia berhasil 'buying more time' untuk merotasi portofolionya. Selama aliran uang tidak putus ke bursa saham, maka hal itu tetap bisa dilakukan. Tehnik yang lebih kurang sama bisa juga kita terapkan. Yang saya maksudkan gini. Saat menganalisa, kita boleh bersama-sama, tapi saat mengambil keputusan, kita sebenarnya sendirian. Kita tidak usah fikirkan "bagaimana kalau ternyata bandar mengguyur saham saya?" Kalau ternyata saham yang kamu beli itu ternyata memenuhi apa yang diinginkan pasar, maka tidak perlu khawatir dan mikir yang aneh-aneh. Kenapa begitu? Karena bandar pun manusia juga. Dia kan pake analisa juga, bukan modal dengkul. Dan bisa jadi pilihannya akan sama dengan pilihanmu nanti. Uraian inilah yang saya maksudkan sebagai Saya, Bandar, dan Kamu.
Jadi apakah analisa bandar bisa diabaikan? Yang jadi pertanyaan, cara menganalisa bandar itu memangnya kayak gimana sih? Saya tidak tahu persisnya bagaimana cara menganalisa bandar. (Note : Saya tidak mempersoalkan mereka yang memang bisa menganalisa bandar ini, asalkan ilmunya benar-benar bisa dibuktikan dan bisa dipertanggungjawabkan.) Mereka bisa berganti-ganti jubah, menggunakan beragam warna, dan itu sama sekali di luar kemampuan analisa saya. Tapi bukan berarti saya tidak melakukan analisa 'bandar' sama sekali. Sedikit-sedikit mungkin bisa, misalnya siapa yang beli, siapa yang jual, asing atau lokal, berapa banyak belinya/jualnya. Standard sekali, kan? Apakah ini termasuk analisa bandar atau tidak, saya tidak tahu. Kalaupun sudah tahu, pun tak bisa dijadikan acuan, karena ya itu tadi mereka bisa berganti-ganti jubah dan warna. Sudah sangat sering melihat top buyer = top seller. Ada yang dua-duanya pake F, ada yang satu F dan yang satu D. Ada yang berpasang-pasangan. Ada yang acak. Ada yang breakout antrian gede pake F, ada yang pake lokal tapi F sudah buka jalan duluan. Macam-macam deh. Banyak sekali ragamnya, namun saat mengambil keputusan saya tak peduli siapa mereka ini, karena patokan saya tetap pada TA, FA, dan makro. Kita kudu cari saham yang 'manis' agar 'semut-semut' berdatangan tanpa diundang dan menggiring naik tanpa diperintah. Itu saja. Saya, bandar, dan kamu ternyata punya kepentingan yang sama, iya gak?
pak kalau securitas seperti MI reksadana saham apa bisa digolongkan sebagai bandar?
trims
setiap yg memiliki modal besar berpeluang untuk menjadi bandar, tak terkecuali MI Reksdana saham. Tp ingat, ini sebenarnya soal pilihan saja. Mau jd bandar atau tidak, itu hanya soal pilihan. kalau nanti kamu makin paham tentang duduknya pasar saham ini, kamu akan tau bhw bandar bukanlah tujuan akhir dari analisa saham. Bandar hanyalah sebutan buat mereka yg memiliki modal besar, melakukan apa yg harus dilakukannya demi memproteksi dirinya sendiri, dan tak banyak berbeda dgn trader2 yg lain. Dia bukan lawan, tapi jg bukan kawan. Dia ada atau tiada, itu tak menjadi soal lagi.
Informasi makro dapat diperoleh dari mana pak? dan apa saja yg perlu diperhatikan?
Indikator makro itu kan byk sekali ragamnya. Coba saja ke situs www.bi.go.id. Rata2 yg tampil di situ adalah indikator makro. Kl ditanya apa saja yg perlu diperhatikan, maka jawabnya hampir rata2 indikator makro itu perlu diperhatikan, namun ini sangat tergantung dgn selera masing2. Contohnya, saya tipikal menggunakan analisis Bottom Up ketimbang Top Down. Krn itu analisis makro menempati urutan ke-3 stlh Fundamental dan Teknikal. Berbeda pada Top Down yg biasanya menempatkan Makro pada urutan pertama, baru Teknikal, selanjutnya Fundamental. Kira2 begitu.
Post a Comment