Di awal-awal belajar saham, saya pernah mengikuti sebuah seminar saham gratis di sebuah hotel. Di sana dijelaskan dasar-dasar analisis teknikal, seperti candlestick, moving average, stochastic, dan sebagainya. Pada sesi tanya jawab, saya bertanya "Siapa itu bandar?". Lalu sambil tertawa pemberi materi itu menjawab, "Kamilah bandar itu", dimana 'kami' merujuk pada sekuritas. Apakah pernyataan itu benar atau tidak, saya tidak tahu. Bertahun-tahun lamanya saya dicekcoki dengan informasi bahwa pergerakan harga saham itu tak lepas dari aksi bandar. Fungsi sekuritas itu sebenarnya tak lebih tak kurang hanya sebagai agen penjual yang menawarkan produknya buat dibeli investor. Maka dibuatlah rekomendasi, analisis fundamental, makro, hingga tetek bengek faktor ekonomi dan politik dalam dan luar negeri pun dibahas, dengan tujuan agar investor tertarik. Peranan sekuritas memang sangat dominan buat mendongkrak harga dengan cara mendorong investor memborong saham tertentu sebanyak-banyaknya. Andai investor tak banyak yang tertarik, maka dengan sendirinya aksi perbandaran itu akan gagal.
Makin ke sini, saya makin paham bahwa bandar itu merupakan sekelompok pelaku pasar dengan modal besar, terlepas apakah dia terafiliasi dengan sekuritas atau tidak, yang bertujuan untuk memanipulasi pergerakan harga saham. Karena tujuannya seperti itu, itulah yang membedakannya dari pemodal besar lainnya. Sekuritas itu sendiri berfungsi sebagai buzzer saja. Seiring dengan berkembangnya teknologi, mudahnya akses informasi, naiknya kapitalisasi pasar, dan investor kian cerdas, maka sedikit demi sedikit aksi perbandaran ini akan susut dengan sendirinya. Kelak kita akan lebih fokus beradu otak ketimbang modal, lebih cerdas memilah mana info yang hoax dan mana yang tidak.
Balik ke pertanyaan di atas, apakah dengan memegang beberapa lot saham, lantas saya pantas untuk digertak? Tak jarang walaupun hanya punya sedikit, saham yang dipegang itu masih juga tak mau naik. Bandar pelit, begitu kira-kira yang terfikirkan saat itu. Lot cuma sedikit, masih juga tak mau menaikkan harga. Eit.. sebentar. Jangan dulu buru-buru menyalahkan bandar, karena bisa jadi bandar itu pun sama pusingnya dengan kamu, secara dia memiliki tak hanya 10 lot saham, melainkan ribuan lot. Kalau memang bukan ulah bandar, lantas siapa yang kurang kerjaan ngotot mengguyur dan memborong saham sedemikian rupa padahal tak jelas harga mau mengarah kemana? Kenapa ada yang ngotot mengguyur saham, padahal esoknya harga rebound tajam? Kenapa ada yang ngotot memborong saham seabrek-abrek, padahal esoknya harga terjun bebas? Menggertak orang yang sedang beli dan menggertak orang yang sedang jualan merupakan dualisme aksi yang susah ditebak kelanjutannya, tapi mungkin bisa dipahami tujuannya.
Sebuah model matematika baru yang dikembangkan oleh peneliti di Universitas Michigan mengatakan bahwa menggertak merupakan strategi yang lebih sering menguntungkan dari yang disangkakan sebelumnya. Intinya adalah mengumpulkan informasi (melihat kecenderungan arahnya). Sami dan Stanko Dimitrov, mahasiswa doktoral di Departemen Industri dan Tehnik Operasi, dalam presentasinya tanggal 11 Juli 2008 di ACM Conference, Chicago mengatakan bahwa pada level tertentu, kamu tidak peduli siapa yang menghasilkan uang dan siapa yang tidak. Namun, jika kamu sedang melakukan sebuah prediksi, maka inti keseluruhan adalah untuk membuat prediksi (dengan benar) dan kamu ingin prediksimu itu mencerminkan informasi yang sebenar-benarnya yang dimiliki oleh pelaku pasar. Adapun gertakan dibuat untuk mengaburkan prediksi tersebut dengan cara memberikan informasi yang keliru. Paper tentang ini berjudul "Non-myopic strategies in prediction markets". Risetnya dibiayai oleh National Science Foundation.
Mahalnya nilai sebuah prediksi menjadi alasan kenapa pergerakan pasar sarat dengan gertak-menggertak, mulai dari adu rekomendasi sampai dengan eksekusi di pasar. Lebih gila lagi kalau ada melihat sekuritas yang merekomendasikan beli, eh sekuritas itu pula yang paling banyak jualan. Apa maksud si kawan ini? Ya ini melulu soal prediksi. Sebelum melancarkan gertakan, yang sebenarnya sudah ada prediksi lebih dahulu dan dalam setiap prediksi itu terdapat target. Gertakan itu berguna untuk memastikan bahwa harga bisa mencapai target tertentu sebelum melanjutkan ke target selanjutnya. Misalnya harga di 225, maka sebelum naik ke 300, pasar menginginkan ia turun ke 199 dulu. Sudah jelas aksi-aksi tersebut akan membuat pergerakan harga menjadi zig-zag tidak karuan, tapi itu justru akan membuat 'permainan' ini semakin menarik, karena tentunya akan memancing minat trader lain yang ingin adu prediksi di situ. Jika sebuah aksi berbeda arah dari prediksi, maka jelas itu gertakan. Tapi jika tidak, itu bukan gertakan. Lalu, siapa yang melakukan gertakan itu? Bisa siapa saja. Jadi, bukan saya yang digertak, melainkan sejumlah trader dan kebetulan saya termasuk di dalamnya.
Suka tidak suka, kamu harus belajar memprediksi pasar. Mulailah dulu dari satu macam saham. Jangan buru-buru ingin mahir memprediksi banyak saham. Terkadang satu saja belum beres, sudah mau nambah dua. Dua belum beres, sudah mau nambah lima, dan seterusnya. Bertahaplah, jangan sekaligus. Padahal menganalisis satu saham saja membutuhkan waktu yang lebih lama dari yang dikira. Jika hasil prediksimu sudah cukup bagus, selanjutnya kamu perhatikanlah aksi-aksi di pasar. Apakah aksi-aksi tersebut mengikuti prediksimu atau justru menentang? Nantinya kamu akan tahu sendiri mana gertakan dan mana yang tidak, tapi buat saya sendiri, keduanya masih susah dibedakan. Maka saya tak mau ambil pusing mencari tahu dimana letak perbedaannya dan lebih fokus buat mengasah kemampuan analisis dan prediksi saja. Berat memang, tapi mau bagaimana lagi? Memang inti persoalannya melulu di prediksi, bukan gertakan. Kalau kelanjutan arahnya sesuai prediksi, baru bisa bilang "Oooo, yang kemarin itu cuma gertakan toh." Sedih kalau prediksi sudah benar, tapi gara-gara digertak, akhirnya tidak berani. Sama sedihnya kalau mengira gertakan, ternyata bukan. !!#$!@$!$%%##
Memang begitu adanya. Dinikmati saja, sob. Selamat memprediksi. :)
Referensi :
https://www.sciencedaily.com/releases/2008/07/080714141308.htm
Post a Comment