Gambar di atas merupakan pengembangan dari gambar sebelumnya di Bagian 1 yang lalu. Terlihat lebih lengkap dengan garis warna-warni menandai fase yang sedang berlangsung. Gambar ini saya peroleh dari www.readtheticker.com. Jika pada gambar bagian 1 hanya ada 4 fase (accumulation, distribution, mark up, mark down), maka di sini ada 6 fase karena ada 2 fase tambahan yaitu re-accumulation dan re-distribution.
Garis warna biru menandai daya beli yang besar dan daya jual yang lemah. Hampir semua pelaku pasar meyakini konsep bahwa fase akumulasi merupakan fase dimana pembeli yang dominan, namun dalam kenyataannya tidak begitu. Penjual bisa jadi lebih dominan, hanya saja entah kenapa harga tak lagi turun lebih jauh. Yang seperti ini sering sekali saya temukan secara kebetulan. Posisi bid offernya pun terbilang fantastis, kalau tak mau dibilang sinting. Betapa tidak, bid bisa langsing hanya berkisar ribuan lot, tapi offer bisa luar biasa tebal berkisar puluhan sampai ratusan ribu lot. Naluri trader pastinya akan berbisik dalam hati, "Habislah saham yang satu ini. Bakalan hancur." Anehnya harga tak kunjung turun. Selanjutnya sekonyong-konyong ada investor gila yang memborong offer, mengganjal bid dengan puluhan ribu lot, persis seperti seekor macan yang akan melawan kawanan gajah. Berhasil? Iya berhasil. Barisan offer tersebut mendadak tipis, bak asap tebal kena tiup angin kencang.
Logika di balik pergerakan ini sebenarnya tidak susah. Hanya saja butuh keberanian dan keakuratan analisis buat meyakininya sebagai sebuah kebenaran. Jika bid luar biasa tipis dan offer luar biasa tebal, lantas bagaimana cara penjual melepaskan keseluruhan sahamnya tanpa membuat harganya jatuh? Tentu tidak bisa. Karena itu, aksi menipiskan bid ini merupakan antisipasi agar penjual tak ada jalan buat menjual barangnya kecuali sedikit. Sampai di sini kita bisa mengerti. Tapi, ketika harga berbalik arah naik, kenapa offernya malah menghilang? Bukannya tadi mau jualan sampai antri sebanyak itu? Berarti offer besar tadi hanya gertakan. Kenapa ada yang repot melakukan itu dan buat apa menggertak? Jawabannya butuh penjelasan rada panjang. Lain kali akan saya bahas. Selanjutnya ini akan mengkonfirmasi bahwa fase yang sedang berlangsung masih di fase mark up. Maka, ketika harga berbalik arah ditandai dengan tebalnya bid, maka offer dengan sendirinya akan menyingkir. Hati-hati, semua pembacaan tape mengandung unsur double standard, tak terkecuali gertakan ini yang bisa juga menjadi bukan gertakan. (Baca juga : Tape Reading, Menghadapi Jurus Double Standard.)
Penjelasan yang lebih kurang sama untuk fase distribusi dimana tidak harus melulu penjual dominan di sana, karena yang terjadi justru pembelilah yang dominan, bahkan tak jarang dengan F net buy. Saya meyakini bahwa akumulasi itu merupakan momentum yang sangat jarang ditemukan. Ada 3 golden momentum buat akumulasi saham, yaitu :
- Saat IPO
- Saat krisis
- Saat perusahaan sudah mulai mencetak pertumbuhan laba dan mengurangi beban kewajiban.
- Menjelang krisis
- Saat kinerja perusahaan sudah semakin jelek, bahkan terancam bangkrut.
Frekuensi
Kalau konsep ini diteruskan, maka sebenarnya kita bisa mengabaikan volume dalam menganalisa akumulasi-distribusi saham, mengabaikan siapa pembeli dan penjualnya, tak peduli dari sekuritas mana, karena tampaknya mereka semua sama dan saling terkait satu sama lain. Sebagai gantinya, saya biasanya lebih fokus buat menganalisa frekuensi. Sebagai contoh, sebuah saham ditransaksikan 10 juta lembar dengan frekuensi rata-rata 1000x / hari. Suatu hari saham tersebut ditransaksikan 10 juta lembar dengan frekuensi 10.000x. Lecutan frekuensi seperti ini menandakan saham itu sedang diaktifkan, bisa jadi hendak dibawa naik, bisa juga hendak dibawa turun. Jadi walaupun volumenya sama, frekuensi bisa menandai munculnya aktivitas yang tak lazim di saham tersebut.
F Net Buy
Untuk rata-rata saham yang likuid, F net buy sekecil apapun akan turut diperhitungkan karena itu bisa bermakna akumulasi. Munculnya net buy ini bisa pada awal rally dan bisa pula pada pertengahan rally. Hati-hati jika net buy besar muncul justru pada puncak rally karena itu bisa berarti harga hendak berbalik arah turun. Favorit saya adalah harga mantul dari support dibarengi dengan net buy yang kecil dan naik secara bertahap.
F Net Sell
Dalam kondisi IHSG terkoreksi tajam, F net sell sering jadi momok mengerikan. Investor asing yang terus menerus membuang barang bikin harga saham terpuruk tak karuan. Tapi jika net sell-nya sudah sedemikian besar, ini justru menjadi petanda bagus karena harga bisa berpotensi rebound. Hati-hati metode ini butuh tehnik yang mumpuni karena sangat beresiko. Rebound akan terjadi disebabkan 2 hal, yaitu :
- Adanya aksi cover short yang membuat harga naik sekonyong-konyong
- Masuknya swing trader dan momentum trader
Fase akumulasi tidak selalu bergerak flat / sideways. Ada juga yang bergerak naik perlahan dengan candlestick yang kecil-kecil. Sudut kenaikan sangat kecil sehingga lebih cocok disebut flat ketimbang rally. Tapi coba perhatikan Low dari candlestick-candlestick yang bersusun tersebut. Jika ia membentuk 3x Higher Low, apalagi dalam 3 candlestick berturut-turut, pertimbangkanlah sedang terjadi aksi akumulasi di saham tersebut.
Kondisi Fundamental
Kalau dari analisa teknikal dirasakan masih sulit untuk menentukan fase akumulasi-distribusi, maka mau tidak mau kamu harus bisa menganalisa fundamental. Grafik akumulasi-distribusi itu bisa juga terbentuk dari PER. Logikanya harga naik, maka PER-nya pun naik. Maka kita kudu menemukan saat dimana PER-nya turun memasuki kondisi harga murah (undervalued).
Makroekonomi
Penilaian terhadap makroekonomi ini melulu bermuara pada titik akhir : arus modal (capital flow). Cara menilainya adalah dengan mengamati indikator-indikator makroekonomi seperti inflasi, pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto), suku bunga BI, tingkat pengangguran, dan sebagainya. Kondisi politik juga bisa mempengaruhi makroekonomi, tapi tidak signifikan, kecuali perang. Semakin banyak arus modal masuk ke Indonesia, maka semakin kuat posisi buyer di pasar saham, dan itu cukup sebagai sinyal akumulasi sebelum nantinya semua harga melambung tinggi karena diborong investor.
Semoga bermanfaat.
Post a Comment