Sedari awal, trader diyakinkan bahwa psikologis memegang peranan penting dalam pergerakan harga di pasar. Rasa takut dan tamak menjadi motor penggerak, sekaligus jawaban terhadap biang kerok naik turunnya harga. Selamanya psikologis mengandung makna relatif, mudah berubah-ubah, dan mustahil absolut.
Kalau situasi bagus, maka targetnya akan bagus. Begitu juga sebaliknya. Maka level psikologis itu merupakan nilai yang relatif, belum pasti, dan sangat tergantung dengan kondisi nantinya. Ya, merupakan prakiraan semata-mata, dan karena itulah tidak bisa disalahkan, tapi bukan berarti bisa dibenarkan. Kita akan ulas soal yang kelihatan sepele ini, padahal tidak.
Baiklah, saya pikir untuk soal ini kita harus benar-benar jelas. Saya bukan tipikal orang yang hobi memandangi kabut sampai ngantuk. To the point saja, saya mengkritik cara pasar yang terlalu fokus membentuk opini seputar psikologis pasar, entah itu melalui ulasan analis, media, atau pun lewat seminar-seminar gratis hingga berbayar. Pesan yang disampaikan itu selalu sama bahwa psikologis memegang peranan penting sukses tidaknya seseorang di pasar saham. Itulah pesan yang selalu diulang-ulang seperti rekaman kaset rusak.
Sekian lama mencoba memahami pasar, makin ke sini, saya makin mengerti, yang menjadikan seorang trader-investor itu sukses bukan karena menguasai 90% aspek psikologis, melainkan menguasai 90% aspek logis. Kenapa hal ini penting buat diluruskan? Karena kebiasaan menyimpang yang dianggap sebagai sebuah kebenaran, berakhir menjadi sebuah racun hoax yang tak terdeteksi. Inilah penyebab terbesar kenapa pembelajaran saham memakan waktu yang sangat lama. Tak lain tak bukan adalah karena bejibunnya disinformasi. Bisa dikatakan seandainya belajar saham itu membutuhkan waktu 10 tahun, maka 5 tahun pertama itu lemot akibat melulu mengkonsumsi disinformasi. Lalu 2 tahun berikutnya untuk menjawab segala disinformasi sambil kembali menata mindset. Kemudian sisa 3 tahun untuk membangun sistem yang benar seadanya. Lihatlah, betapa banyak waktu terbuang sia-sia, buah dari penggiringan opini sesat. (Baca juga : Jalan Terjal Para Penikmat Hoax)
Masa 10 tahun itu bisa dilakukan dengan catatan trader itu lekas siuman. Bagaimana dengan nasib trader yang bertahun-tahun pingsan akibat disuapi disinformasi saban harinya? Berarti dia butuh waktu lebih lama lagi buat mempelajari saham. Dan siapakah yang paling bertanggung jawab atas disinformasi itu? Jawablah sendiri.
Kita paham bahwa istilah level psikologis merujuk pada ketidakpastian, karena yang pasti di pasar saham itu adalah ketidakpastian itu sendiri. Namun, istilah tersebut memberikan mindset yang keliru tentang pasar saham, seolah-olah pasar saham itu didominasi oleh faktor psikologis semata-mata. Kenapa kita tidak jujur saja mengatakan bahwa faktor logis lah yang mendominasi pasar, bukan psikologis? Dengan kata lain, yang sebenarnya di pasar saham itu kita sedang beradu kuat logika, bukan sekedar adu kuat nyali/mental. Bahkan dalam pergerakan harga yang paling irrasional sekalipun, ternyata tetap ada logika di baliknya. (Baca juga : Sun Tzu : Pertimbangan-Pertimbangan Taktis)
Mindset yang keliru akan menghasilkan logika yang keliru. Logika yang keliru akan menghasilkan sistem yang keliru yang akhirnya sukses melahirkan kotak-kotak pandora baru. (Baca juga : Siapa Yang Membuka Kotak Pandora?)
Sebagian dari kotak-kotak itu sudah disediakan pasar, sebagian lagi karena kamu ciptakan sendiri. Sistem yang keliru akan menghasilkan keputusan yang keliru. Bermainlah terus dengan konsep psikologi pasar dan bersiaplah untuk tak berhenti-hentinya bingung.
Nilai psikologis itu tidak bisa difaktorkan ke dalam sistem. Jadi tidak ada alasan yang kuat buat menyebut hasil hitungan tersebut sebagai level psikologis. Kita bisa menghitung S/R IHSG dengan menggunakan Pivot Point, Moving Average, Fibonacci Retracement, dan sebagainya, lantas apakah kita menyebutnya sebagai level psikologis? Lebih masuk akal disebut sebagai level Pivot, support moving average, atau support fibonacci, tanpa perlu ditambahi embel-embel psikologis. Jadi tidak harus karena yang dihitung itu S/R IHSG, lantas mendadak semuanya menjadi nilai psikologis. Singkirkanlah semua penggunaan istilah-istilah yang berlebihan, maka kamu akan lebih jelas dan lebih cepat memahami dinamika pasar.
Semoga bermanfaat.
Post a Comment