Analogi yang paling cocok untuk model analisis seperti ini adalah permainan bridge. Para pemain dituntut untuk jeli agar bisa menebak kartu apa yang sedang dipegang lawan. Dengan begitu, maka kartu apapun yang muncul bisa dibedakan apakah itu sekedar gertakan atau bukan. Adu strategi ini terus berlangsung hingga ditemukan pemenangnya. Di bursa saham, lebih kurang berlaku juga hal yang demikian. Hanya saja, hasil akhirnya bakalan sedikit mengherankan. Saya akan jelaskan soal ini.
Sekarang mari kita anggap bahwa nama-nama investor yang sedang memegang saham tertentu bisa diakses melalui layanan berbayar. Anggaplah kita bisa tahu siapa-siapa investor yang lagi getol-getolnya mengguyur saham, dan siapa-siapa yang lagi getol-getolnya mengakumulasi saham. Kalaulah penentuan harga akan naik atau turun didasarkan dari informasi berbayar semacam ini, maka para pemain-pemain besar itu akan dengan senang hati mengalokasikan sedikit modalnya untuk bisa mendapatkan informasi berbayar tersebut. Nah, di sini logical fallacy (logika sesat) terjadi.
Jika pemain besar mendeteksi nama pemain besar lainnya di sebuah saham, kira-kira apa yang bakalan terjadi? Apakah dia akan pro atau justru kontra posisi terhadap pemain tersebut? Untuk memutuskan itu, maka si pemain besar akan melakukan analisis fundamental dan teknikal, sama seperti kita juga. Tujuannya semata-mata hanya ingin mengetahui apakah posisi pemain besar yang terdeteksi di informasi berbayar tersebut sudah benar atau tidak. Bukan rahasia lagi kalau ada pemain besar yang salah posisi. Saya tidak tahu berapa banyak dari mereka yang salah posisi, tapi tebakan saya ada banyak yang begitu. Dan bila ternyata analisis menyatakan bahwa posisi mereka benar, maka ia dengan mudah mengambil posisi yang serupa.
Maka rentetannya akan menjadi sbb : A diikuti B, B diikuti C, C diikuti D, D diikuti E, dan seterusnya. Apakah cara ini aman? Justru ini cara yang amat berbahaya. Kalau tiba-tiba A membatalkan posisinya dan menggantinya dengan posisi yang berlawanan, kira-kira apa yang bakalan terjadi dengan B, C, D, dan E? Pemain B, C, D, dan E akan merasa dikelabui. Inilah dampak dari logical fallacy itu. (Ingat dengan kisah Nathaniel Rotschild yang mengelabui investor di Inggris pada masa perang Inggris-Prancis tahun 1815)
Dengan begitu, masihkah kita mengira bahwa pemain besar itu akan mengekor posisi pemain besar lain? Saya pikir tidak. Kalaupun ternyata posisinya serupa dengan posisi pemain besar lain, itu hanya kebetulan semata-mata, bukan karena ikut-ikutan. Dan kalaupun posisinya berlawanan, itu pun juga hanya kebetulan semata-mata.
Sampai di sini, kesimpulan apa yang bisa kita tarik? Sekalipun nama-nama pemain itu tersimpan dalam sebuah kotak pandora dan mungkin saja ada yang bersedia membayar untuk melihat isi kotak tersebut, tak ada jaminan bahwa yang dicari akan ada di situ. Yang dikuatirkan justru siapapun yang membuka kotak tersebut, berpotensi untuk terjebak sendiri. Kotak itu terlihat penting, padahal bisa jadi tidak. Tidak ada yang membuka kotak itu karena memang tidak ada yang tahu apakah ia dibutuhkan atau tidak. Pemain-pemain kecil seperti kita hanya dihantui rasa penasaran bahwa pemain besar bisa sukses dengan cara mengetahui isi kotak pandora. Tapi mungkin kita harus sedikit lebih teliti menyimak bahwa pasar akan selalu lebih cerdik daripada itu. Ia tidak bakalan menyimpan rahasia di dalam kotak pandora. Rahasia pasar tidak ada di situ.
Pada akhirnya kita harus mengakui bahwa pasar saham berbeda dengan permainan bridge, poker, dan permainan analisis kartu lainnya. Ujung-ujungnya kita sendiri yang memutuskan apakah sebuah saham sudah layak dibeli atau belum, tanpa harus tahu apakah di sana sudah ada pemain besar yang sedang mengambil posisi atau tidak. Sebisa mungkin kita kudu menghindari aksi latah yang gemar ikut-ikutan.
Lantas di mana rahasia pasar itu? Rahasianya tentu berada pada informasi yang valid. Yang namanya informasi, ia bisa berupa huruf atau angka. Sejauh ini informasi valid hanyalah informasi dari insider, tapi itupun mainannya orang-orang yang curang. Jika pasar meletakkan rahasianya di dalam informasi berbayar, maka hal semacam itu cuma ada di dalam mimpinya orang-orang malas. Pasar tidak seceroboh itu. Layanan berbayar manapun tidak pernah menjanjikan bisa memberikan rahasia pasar, namun ia bisa memberikan bejibun informasi pasar, terlepas apakah itu rahasia yang kita cari atau bukan. Keputusannya tetap di tangan kita.
Kita sedang mengakses data yang sama dengan sumber yang sama. Satu-satunya yang berbeda hanyalah tingkat kejelian kita masing-masing. Dan ketika kamu berhasil menemukannya, kamu mungkin akan heran dengan apa yang disebut sebagai rahasia itu. Betapa tidak, idealnya rahasia disimpan di tempat tersembunyi yang dijaga dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi dan hanya bisa diakses bagi mereka yang berkantong tebal, tapi pasar saham ini memang aneh. Dari dulu di sini bukan uang yang utama, melainkan kejelian. Sekalipun berkantong tebal, tak menjamin bahwa ia akan memahami soal itu.
Sejauh yang saya perhatikan, yang dikatakan rahasia itu merupakan sebuah tantangan terbuka yang diletakkan pada tempat yang unik. Semua orang bisa melihat. Semua orang bisa mengejar. Tapi tak semua orang bisa mencapainya, tak terkecuali saya sendiri. Yang jadi soal bukan tantangannya, melainkan apa yang di sekeliling tantangan tersebut. Tahukah kamu apa yang berada di sekelilingnya? Bukan penjaga, bukan pengawas, melainkan puluhan bahkan ribuan aneka ragam kotak pandora ada di situ siap menyambutmu. Di antara kotak-kotak tersebut, ternyata ada yang bukan pandora. Kemasan sama, tapi isi berbeda. Kamu harus menemukannya sendiri. (Baca juga : Multitafsir Analisis Teknikal)
Semoga tulisan ini bermanfaat. Tetap optimis. Be Smart. Be a trader.
Post a Comment