Segala pergerakan harga di pasar saham itu selalu ada penyebabnya. Mencari penyebab harga naik atau turun semata-mata untuk menemukan cara mengantisipasinya. Tanpa mengetahui penyebabnya lebih dahulu, lantas apa yang mau diantisipasi? Pertanyaan sederhana ini memaksa trader untuk mencari jawaban ke dalam logika yang rada kompleks.
Dari segi ilmu pasar, penyebab harga itu naik dan turun tak lain tak bukan adalah kondisi supplai dan demand. Perhatikan grafik di atas. Ketika demand tinggi, sedangkan supplai rendah (ditandai dengan jumlah barang yang sedikit), harga akan tinggi. Sebaliknya, ketika supplai tinggi (ditandai dengan jumlah barang yang banyak), demand rendah, maka harga akan turun. Jika supplai dan demand seimbang (mencapai titik equilibrium), maka harga tidak akan kemana-mana. (Baca juga : Saham Menarik vs Saham Tidak Menarik) Dengan kata lain, naik turunnya harga itu disebabkan tidak stabilnya kondisi supplai dan demand. Oke, kita kunci dulu jawaban ini.
Selanjutnya, apa yang menyebabkan supplai dan demand itu tak stabil? Jika di bursa saham ada 10 orang pemain dengan modal yang sama besar, dimana perbandingan antara pembeli dan penjual 1 : 1, maka harga saham tidak akan kemana-mana. Namun, jika perbandingan pembeli dan penjual 2 : 1, maka harga saham akan naik. Maka jawaban di atas akan berkembang menjadi "naik turunnya harga disebabkan tinggi rendahnya ratio pembeli dan penjual".
Sekarang, kita coba kembangkan lagi asumsinya. Kalau diasumsikan ada 3 dari 10 orang pemain memiliki modal 2x lebih besar dari rata-rata pemain lain, maka kita cukup menganalisis apa posisi mayoritas pemain besar itu. Kalau 2 dari 3 memilh beli, maka besar kemungkinan harga akan naik. Begitu juga sebaliknya. Dan jawaban di atas menjadi "naik turunnya harga tergantung pada posisi pemain besar di sebuah saham". Nah, jawaban inilah yang paling cocok digunakan di pasar. Pemain besar memang selalu menjadi biang kerok tidak stabilnya supplai dan demand. Jadi, tidak perlu heran kenapa sering kali ulasan soal pasar saham dikaitkan dengan aktivitas bandar, investor asing, fund manager, dan sebagainya. Itu karena mereka itulah pihak-pihak yang diyakini memiliki modal besar yang menggerakan pasar saham.
Selesai persoalan? Masih jauh dari kata selesai, sob. Sepanjang yang saya tahu, pasar saham menutup informasi tentang siapa-siapa saja yang memegang saham tersebut, kecuali pemegang saham mayoritas. Ini demi menjaga kerahasiaan pemegang saham dan kenyamanan berinvestasi. Selain dari itu, informasi itu hanya diberikan pada emiten yang bersangkutan. Tujuannya sudah jelas. Kalau nanti ada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), maka investor-investor terkait akan diberikan undangan. Jadi tak ada cara buat kita untuk mengetahui siapa-siapa saja yang sedang memegang saham tersebut. Kalaupun tahu, tak banyak gunanya, karena pemodal besar di bursa saham itu ada banyak sekali. Jadi bisa dibilang menemukan ratio pembeli/penjual yang bermodal besar di sebuah saham tak banyak membantu performa trading. Saya bisa katakan ini, karena saya sering sekali menemukan saham yang rally tanpa pernah tahu siapa pemodal besar di baliknya. Begitupun terhadap saham yang terkoreksi tajam.
Biasanya kita mencoba menganalisis ratio pembeli/penjual berdasarkan aktivitas sekuritas dalam beberapa hari terakhir. Buat saya, cara itu hanya sia-sia, bahkan kalau bisa dihindari saja. Tak usah pedulikan aktivitas sekuritas itu. Kenapa begitu? Karena cara itu justru tak menjawab apapun, malah melenceng dari tujuan semula. Sedari awal, yang ingin kita cari itu posisi pemodal besar di sebuah saham, kan? Kita sudah tahu bahwa informasi pemodal itu sulit diperoleh, lantas kenapa kok melenceng ke posisi sekuritas di sebuah saham? Beda jauh itu. Alhasil, apapun hasil analisis model itu akan berakhir absurd dan kurang bisa dipercaya.
Maka, kendatipun kita tahu dasar logika naik turunnya harga saham, tapi kita sulit untuk menerapkannya di pasar karena ketiadaan informasi. Sama seperti orang yang hendak memanjat tebing. Cara dan teori sudah tahu, tapi perangkatnya tidak ada. Ya tidak jadi. Mentok, bukan? Tapi jangan dulu buru-buru kecewa, sob. Nanti akan saya jelaskan di tulisan selanjutnya.
Tetap semangat. Salam Trader!
Post a Comment