Email : zulbiadi@gmail.com, akunternet@gmail.com
Blog : https://analis.co.id/
Bicara value investing pasti semua sudah tahu seperti apa gaya investasinya. Ya, value investing selalu melihat bagaimana valuasi dan nilai intrinsik dari saham yang akan dijadikan sebagai ladang investasinya. Beda halnya dengan growth investing dimana mereka lebih fokus pada pertumbuhan dari emiten, entah itu sahamnya mahal atau tidak, tidak menjadi soal bagi growth investor. Sekalipun demikian, growth investing –kata Warren Buffett – juga merupakan bagian dalam analisis seorang value investor. Ya, karena pertumbuhan dari suatu emiten juga menjadi dasar perhitungan dalam nilai intrinsik sebuah saham.
Di atas adalah gambaran umumnya soal value investing yang merupakan aliran investasi saham yang saya pilih saat ini. Sekarang, saya mau sedikit cerita soal bagaimana berlaku sabar dalam menjalani strategi trading ini, yang kata orang banyak kita bisa kaya sambil tidur dengan menerapkan strategi value investing.
Tapi sebelum itu, saya mau memperkenalkan diri dulu. Nama saya Zulbiadi Latief. Kegiatan utama saya selain menjadi blogger, juga punya kesibukan menjadi Analis Saham Syariah. Tapi, berhubung blognya masih baru, analisanya belum bisa saya share semua di blog saya, Saat ini masih berupa tutorial dasar untuk pemula dulu, seperti cara membeli saham untuk para pemula. Tapi setelah semua panduan dasarnya selesai, mungkin isinya juga akan kurang lebih sama dengan Saham Ceria ini he he! Ya, seputar artikel inspiratif untuk para trader lah.
Oke, sekarang kembali ke laptop (jargon mas Tukul).
Awal mula bermain saham, saya hampir bisa dibilang sulit sekali menerima wejangan-wejangan dari para master yang sudah lebih dulu terjun ke dunia saham ini. Misalnya saja, kata mereka “Membangun portofolio saham yang sehat itu harus menyisihkan sedikit dana cadangan untuk hati-hati kalau ada koreksi pasar”. Tapi sayangnya, saya berpikir, ngapain harus seperti itu? Dari pada uangnya nganggur, kan mending dipakai beli saham semua biar untungnya tambah banyak? Walhasil ketika 2016 IHSG mengalami koreksi dan hampir semua saham di portofolio saya merah semua, maka barulah saya menyadari bahwa ternyata apa yang dikatakan master-master tersebut benar.
Jadi, memang menyisihkan dana antara 10%-30% itu terlihat kurang maksimal perolehan cuan-nya karena tidak semua aset kita menghasilkan keuntungan, tapi masalahnya juga kalau ada koreksi pasar dan saham kita semua turun maka kita tidak bisa melakukan average down untuk dapat harga tengahnya. Akhirnya ketika pasar mulai reversal kita akan butuh waktu lama agar portofolio kita bisa hijau kembali. Jadi sebenarnya sama saja, bahkan lebih bagus kalau ada dana cadangan yang selalu kita siapkan.
Jadi, lagi-lagi kita harus bisa bersabar dalam menekuni investasi saham. Tidak usah terlalu berhasrat untung besar dengan menginvestasikan semua dana anda. Yang penting bisa bertahan itu sudah bagus. Soal untung itu urusan kedua. Inilah sebenarnya yang selalu diajarkan oleh para pakar value investor bahwa investasi itu untuk mengamankan aset saja, sedang untung adalah bonusnya.
Dan ada lagi nasehat master value investor bahwa “belilah setiap saham dalam beberapa tahap”. Maksudnya, kalau mengincar saham tertentu, maka jangan langsung masuk dengan total persentase dana yang akan digunakan, melainkan dibagi lebih dulu. Misalnya 30% akan digunakan membeli saham PGAS, anggaplah nilainya Rp90 juta, maka caranya bagi 2 atau 3 dana Rp90 juta tersebut dan gunakan beli bertahap saham PGAS yang sudah dianalisa. Nah, jika ada koreksi pasar atau sentimen negatif dan ternyata sahamnya malah turun dulu, maka 1/3 dana persiapan tersebut digunakan untuk belanja lagi, dan seterusnya hingga habis persentase dana yang digunakan.
Kenapa harus begitu? Karena sering kali ada saham yang sudah sangat murah secara valuasi dan fundamental sangat bagus, tapi tetap saja turun jika kondisi pasar lagi tidak baik. Jadi kalau kita sudah membagi dana alokasinya menjadi 2 atau 3 bagian maka sekalipun turun kita bisa tetap dapat harga tengahnya dari strategi average down tersebut.
Sekali lagi, semua kembali pada kesabaran. Jangan berpikir ingin untung dan kaya raya dalam waktu singkat dengan gegabah berinvestasi karena biar bagaimana pun kondisi pasar selalu berpengaruh pada portofolio setiap investor. Dan masih banyak lagi contoh kegagalan dalam investasi saham yang merupakan buah dari ketidaksabaran. Dan beruntung masa-masa tersebut sudah saya lalui, dan saya merasa bahwa mulai 2017 saya sudah bisa mengendalikan emosi agar bisa tetap bermain cantik walau IHSG sedang ‘ditarik’ turun oleh keadaan.
Contoh sederhana dari sikap sabar dalam berinvestasi yang saya terapkan, di antaranya saat saya memegang saham PGAS di tahun 2017 dengan membelinya separuh dana dulu, dan setelah turun lagi saya tambah lagi investasi saya. Dan walau banyak saham yang naik banyak waktu itu – sedang PGAS tidak bergerak sama sekali - saya tetap bersabar dengan tidak menjualnya, dan memang hasilnya terlihat saat akhir Februari 2018 dimana sahamnya sempat mencapai Rp2.600 - Rp2.700an (dan saat itu baru saya jual) dari harga Rp1.700an saat saya mulai menabungnya di bulan Oktober 2017.
Sekian yang bisa saya share soal kesabaran dalam berinvestasi saham. Semoga menginspirasi anda semua, baik yang baru mau bergabung atau pun yang sudah lama berkecimpung di dunia saham. Dan bila merasa sudah tersadarkan dengan artikel ini Yuk nabung saham sekarang!
Semoga selalu berkah dengan saham syariah!
Post a Comment