Elemen utama dari menunggu itu adalah waktu, sesuatu yang sangat sukar kita prediksikan. Saat trader mengambil posisi beli untuk pertama kali (belum average up), sebaiknya ia sudah harus mempersiapkan diri kalau-kalau harga akan turun. Idealnya memang memilih momentum beli yang benar-benar pas, karena semakin baik memilih momentum beli, maka semakin baik pula kualitas tradingnya. Tapi tentunya tidak semua orang yang memiliki keterampilan seperti itu. Dalam banyak kasus, saham-saham yang baru saja dibeli justru bergerak turun entah hari ini, besok, atau lusa. Karena itu di sini kita harus pastikan bahwa separah apapun penurunan saham tersebut, tidak akan membuat kita bangkrut. MM yang baik adalah MM yang mampu memberikan masa tunggu lebih panjang buat pasar untuk mengakumulasi saham tersebut. Mungkin sekali kita masuk pada waktu yang salah. Maka dengan membiarkan saham tersebut turun, kita asumsikan bahwa kita memberikan waktu buat pasar untuk ikut menampung di harga bawah. Dalam masa tunggu itulah, kita membutuhkan trik yang sederhana agar masa tunggu bisa menjadi tak terbatas dan kita tak akan bosan menunggunya. (Baca juga : Cara Agar Bertahan Dan Tidak Bangkrut Bagian 3.)
Kata kunci utamanya adalah Availability, yaitu selalu tersedia dana untuk menangkap momentum-momentum lain. Misalnya : Modal Rp50 juta. Kita pilih total portofolio adalah 5 saham. (Ini hanya contoh. Bisa saja memilih kurang dari 5 saham, atau lebih dari 5 saham, tergantung kemampuan mentolerir resiko masing-masing orang.) Maka di atas kertas per 1x entri adalah Rp50 juta / 5 = Rp10.000.000,- Dari nilai ini, kita bagi 2, yaitu dengan persiapan akan ada 2 x entri mayor nanti, yaitu saat bottoming dan saat averaging up. Maka, Rp10.000.000 / 2 = Rp5.000.000,- Nilai ini bisa kita pecah menjadi 3, yaitu entri minor, sehingga titik bottom mendapat 3 x titik entri minor, dan titik average up pertama pun mendapat 3 x titik entri minor. Maka Rp5.000.000 / 3 = Rp1.660.000,- Inilah ideal per 1x entri minor atau 3,3% dari total modal. Nilai ini cukup kecil, sehingga apabila gagal, maka resiko ruginya sangat kecil sekali dibandingkan modal yang dimiliki.
Anggaplah saham yang mau dibeli itu GJTL di harga 1400. Dengan modal Rp5.000.000, kita akan mendapatkan 35 lot. Cara entrinya : beli di 1380-1390-1400 sehingga totalnya nanti ada 35 lot GJTL. (Ingatlah agar jangan terlalu kaku dalam hal ini. Usahakan entri pada level-level yang kamu anggap nyaman dan siap mentolerir resikonya.) Terlihat seperti average down, tapi memang begitu cara entrinya, karena asumsi entri pertama ada bottoming dan menyikapi bottoming adalah dengan average down. Pun biasanya level support itu tidak terpatok hanya pada satu level harga, melainkan sebuah range. Berikan batasan cutloss-nya, idealnya 3%. Saya sendiri tidak menggunakan persentase dalam memilih titik cutloss. Ok kita lanjutkan. Setelah dibeli, ternyata GJTL tidak naik, melainkan bergerak turun, tapi tidak sampai ke titik cutloss. Di sini kita masih bisa menunggu untuk tidak menjual. Berapa lama harus menunggu? Terserah. Kita punya masa tunggu yang tak terbatas. Biarkan pasar yang menentukan jalannya sendiri dan kita akan ambil keputusan setelah pasar. Ingat, kita masih punya cash untuk entri kedua dan itu belum kita gunakan selama pasar belum memberikan sinyal positif. Bagaimana jika GJTL turun melewati titik CL? Ya lakukan CL karena harga turun melebihi batas toleransi.
Metode cutloss ini pun banyak ragamnya. Prinsip utama cutloss adalah menjual saham yang terindikasi gagal naik. Semakin cepat mengenali tanda-tandanya, semakin bagus. Jadi bukan semata-mata terpaku pada persentase penurunan. Kenapa harus ada batasan cutloss? Bukankah kita harus menunggu? Strategi menunggu ini bukan berarti harus menonton portofolio hancur lebur. Menunggu yang dimaksud adalah memberikan waktu lebih panjang kepada pasar untuk meng-AKUMULASI saham tersebut di harga rendah. Dan ciri-ciri saham yang suka diakumulasi pasar biasanya itu ada 4, yaitu : berfundamental bagus, manajemen bagus, likuiditas bagus, dan trend bagus. Bisa salah satu saja, atau bisa keempatnya, terdapat pada satu saham. Jika harga turun melebihi batas toleransi, kemungkinannya hanya akan ada 2, yaitu : saham pilihanmu benar tapi pilihan supportmu salah, atau saham pilihanmu memang sudah salah.
Selanjutnya, misalkan kita terlambat cutloss di GJTL dan harga keburu ambruk ke 1300 (-7.1%). Ingat, kita masih punya kesempatan 1x entri lagi. Level beli pertama di 1380-1390-1400 anggap saja sebagai level average up yang terlalu cepat. Yang harus dicari sekarang adalah level bottomnya. Di sini kita juga memiliki masa tunggu yang tak terbatas. Kalaupun ternyata pasar ternyata masih belum berminat pada GJTL sehingga GJTL terseok-seok, kita bisa mengalihkan dana sisa entri untuk invest di saham-saham yang lain.
Konsep MM dimana-mana cenderung mudah dan sederhana, tapi membutuhkan kedisiplinan yang ketat. Godaan yang paling mengganggu adalah penggunaan margin. Margin digunakan sebagai leverage, agar potensi profit menjadi lebih besar. Namun, berbanding lurus dengan potensi rugi yang juga lebih besar. Margin akan membuat masa tunggu menjadi lebih pendek. Salah-salah penggunaannya justru memperparah posisi karena terkena 2 beban, yaitu : bunga margin, dan penurunan ratio kecukupan modal terhadap ekuitas sehingga diharuskan menambah modal (top up). Konsep margin memang bertentangan dengan konsep MM yang saya jelaskan di atas.
Kesimpulannya, prinsip masa tunggu yang tak terbatas itu adalah :
- Menggunakan modal sendiri, bukan hutang
- Selalu ada sisa cash yang siap dirotasi kapan saja
Terimakasih atas artikelnya yang bagus ini..
Sama2 bro.
Post a Comment