Kilas balik tahun 2008 silam. Saya masuk ke pasar modal tepat pasca krisis. Tak terbayangkan apa jadinya kalau saya masuk justru saat di awal krisis. Bisa galau kuadrat mungkin. Saat itu seorang teman saya menyayangkan keputusan saya untuk keluar dari pekerjaan yang bergaji lumayan demi totalitas di saham. Melepaskan sesuatu yang pasti demi sesuatu yang belum pasti, secara logika hanya hitung-hitungan orang yang kelewat pintar atau justru kelewat dungu. Ia lebih menyarankan agar saya melakukan investasi saham secara sambilan saja. Saya tak bisa menjawab saat itu. Memang sarannya itu benar, pun sudah pernah saya kerjakan, tapi hasilnya apa? Pekerjaan jadi terganggu, hasil investasi pun tak memuaskan. Maka saya menyimpulkan profesi ini membutuhkan lebih dari sekedar 'sambilan'. Oh ya sebagai tambahan, teman saya itu berinvestasi di reksadana. Lalu, saya masih ingat kalimat sombong yang ia lontarkan waktu itu, "Saya bukannya tidak mau terjun ke saham, tapi saya memang tidak suka." Terkesan ia ingin mengatakan bahwa kalau dia suka, dia bisa saja sukses di pasar modal. Saya hanya tersenyum. Sesumbar semacam ini sudah sering saya dengar. Dengan ia berinvestasi di reksadana sudah menjadi petanda bahwa yang sebenarnya ia tak mampu berinvestasi langsung di pasar saham. Bukankah Manajer Investasi Reksadana salah satunya memang diperuntukkan untuk investor-investor demikian? Jadi sebenarnya bukan ia tidak mau, tapi ia tidak mampu. Itu saja.
Profesi pasar modal memang jadi profesi langka di lingkungan keluarga saya. Kebetulan abang tiri saya sudah menjalaninya lebih dulu. Saya pun bertemu dengannya beberapa kali dan berharap bisa menimba ilmu darinya. Tak dinyana, ia justru menganggap bahwa main saham itu gampang. Caranya begini bla bla bla bla. Dan saya hanya bengong, bukan karena takjub, melainkan karena heran bahwa masih ada orang yang menganggap profesi ini gampang. Ingatlah baik-baik, kata 'gampang' merupakan kata yang sangat tabu di pasar modal. Karena penasaran, saya tanyakan apakah sekarang masih tetap trading? Ia menjawab, sekarang sudah tidak. Lebih fokus ke sektor riil, katanya. Saya tak banyak tanya lagi. Untuk seseorang yang mengatakan main saham itu gampang, lalu akhirnya memilih untuk keluar dan fokus ke sektor riil, menurut saya hanya membuang-buang waktu menimba ilmu darinya karena biasanya isinya hanya kosong. Stock market is still the best place to earn money.
Kata 'gampang' memang menjadi password untuk memilah apakah seseorang itu punya ilmu saham atau tidak. Kenapa profesi ini sangat berat? Alasan pertama dan juga yang utama adalah karena kunci suksesnya sangat bergantung pada kekuatan prediksi. Segala hal yang berkaitan dengan prediksi itu butuh keahlian yang tidak main-main. Ia pastinya sangat membutuhkan ketajaman fikiran. Dan untuk bisa menjadi seperti itu, butuh latihan bertahun-tahun. (Baca juga : Pertimbangan-Pertimbangan Taktis : Ketajaman Fikiran.).
Alasan kedua yang tak kalah pentingnya adalah disiplin. Kenapa disiplin itu sulit? Karena ini menyangkut kepercayaan terhadap sebuah sistem. Apa jadinya jika kita disiplin pada sebuah sistem, tapi ternyata hasilnya malah rugi seabrek-abrek? Rasanya hati ini hancur lebur. Kecewa sekali itu. Normalnya, kita akan memperbaiki sistem, tapi untuk memutuskan akan disiplin lagi atau tidak, itu benar-benar pilihan yang sangat sulit. Makanya disiplin ini hampir-hampir seperti lip service trader yang mencoba menjalani sistem antah berantah. Ngakunya disiplin, padahal tidak.
Saya yakin bahwa mereka yang memutuskan untuk menjadi full time trader/investor bukanlah keputusan yang main-main. Ia menjalani sebuah profesi yang ia sendiri tak tahu apakah akan berhasil atau tidak, hanya bermodalkan optimisme semata-mata. Ya ini hanya kalimat halus ketimbang menyebutnya modal nekad. Segala upaya dikerahkan, segala fikiran dicurahkan, demi meningkatkan performa trading. Apakah berhasil? Tambah stress, iya. Berhasil, belum tentu. Belum lagi berhadapan dengan mati ide. Mati ide adalah kondisi dimana seseorang kesulitan, atau bahkan tidak lagi, menemukan ide baru yang lebih baik. Biasanya ia akan menutup pembelajarannya dengan 2 kesimpulan, yaitu 1. semua saham itu dikendalikan bandar, 2. semua informasi sudah dikuasai bandar. Tak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali berharap pada kebaikan bandar. Aduh mak!
Ide itu sendiri tetap ada, tapi kamu yang keburu tidak sabaran. Kecewa, marah, emosi, membuatmu gelap mata dan membenarkan segala asumsi-asumsi murahan seperti layaknya seorang newbie saja. Totalitas di saham itu sebenarnya seperti menunggu kabar dari langit. Kamu berharap ada ide cemerlang yang mampir di kepalamu untuk kamu terjemahkan ke dalam bahasa analitik. Maka jangan rusak otakmu untuk sesuatu yang tak bermanfaat. Jangan cemari otakmu dengan sesuatu yang merugikan. Bahkan sekedar kecanduan bermain game pun bisa membuat mood berfikirmu menurun. Kenapa bisa begitu? Karena mood-nya sudah habis dicurahkan ke game, tak lagi tersisa buat memikirkan saham.
Maka kans untuk lebih memahami itu semua lebih terbuka lebar pada full time trader ketimbang yang tidak. Selain karena tekanan psikologis yang lebih tinggi, beban tanggung jawab karena telah memilih profesi ini pun juga lebih besar. Ide itu harus dipaksa keluar, terserah bagaimana caranya. Ia ada di dalam kepalamu, berlari-lari dan bersembunyi dalam celah-celah sempit di otakmu. Bahkan mungkin ide itu sudah nyaris terucap di ujung lidahmu, tapi mendadak ia keburu lenyap seketika, dan kamu harus berjuang lebih keras untuk mengingatnya lagi. Temukanlah dia. Itulah kiranya yang menjadi alasan saya untuk meninggalkan pekerjaan demi totalitas di pasar saham. Saya yakin bahwa saya tidak bisa mencapainya kalau hanya dikerjakan secara sambil lalu saja. Mungkin orang lain bisa, tapi saya tidak. Dan saya akui kekurangan saya itu. Mempelajari pasar modal butuh konsistensi dan kegigihan yang tak main-main, tak bisa setengah-setengah. Ada banyak sekali pintu-pintu rahasia yang harus diungkap, ada banyak sekali materi-materi yang harus dipahami, ada buaaaanyak sekali hoax yang harus dijawab, dan ada buaanyak sekali tips dan trik yang bisa dibuat.
Tulisan ini bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk menjadi inspirasi buat mereka yang ingin terjun ke pasar modal agar harus benar-benar matang persiapannya. Ibarat hendak berlayar, modal awal itu hanya kemampuan berlayar secara pas-pasan, sebuah perahu dengan perangkat seadanya, dan sebingkis makanan. Bagaimana cara menghadapi badai, menghadapi angin ribut, menghadapi pembajak, menghadapi salah arah, salah tujuan, menghadapi rasa lapar, haus, sakit, dan sebagainya, semua itu akan dipelajari setelah kamu berlayar nanti. Setelah kamu menjalani itu semua, kamu akan paham bagaimana duduk profesi ini sebenarnya dan kenapa ia sangat diburu oleh tidak hanya oleh peminat pasar modal, tapi juga profesi di luar pasar modal dari seluruh belahan bumi ini. Semoga menginspirasimu dan semoga bermanfaat.
Post a Comment