Lanjutan Jurus Perusak Jantung
Untuk menyusun ilustrasinya, kita harus mengumpulkan data-data terlebih dahulu.
- Jumlah saham beredar
- Volume rata-rata transaksi 20 harinya
- Harga saham di area swing low
- Harga saham di area swing high
- Total volume saat harga turun dari area swing high ke swing low yang baru.
Jumlah saham beredar : 1 milyar lembar
Volume rata-tata transaksi 20 harinya : 967 ribu lembar
Harga saham di area swing low : Rp2500
Harga saham di area swing high : Rp2975
Harga saham di area swing low yang baru : 2800
Total volume swing high ke swing low yang baru (ataupun yang tengah berlangsung) : 4,7 juta lembar.
Dari jumlah saham yang beredar, biasanya 49%nya adalah ditawarkan ke publik.
Publik : 49% x 1 milyar = 490 juta lembar.
Diserap pasar : 95% x 490 juta = 465,5 juta lembar
Sisa = 24,5 juta lembar (5%).
Nah, sisa ini akan diserap oleh market maker alias bandar. Mungkin 5% terlihat kecil, tapi yang sebenarnya MM sudah memiliki 70% dari porsi publik tersebut tapi sifatnya tidak aktif ditransaksikan. Yang akan aktif ditransaksikan nanti itu jumlahnya tidak banyak. Biasanya nilainya <15%. Kalau lebih dari 15%, kemungkinan saham tersebut tidak begitu diminati oleh pasar. Dari 5% atau 24,5 juta lembar ini, sekitar 80%nya diakumulasi oleh bandar, yaitu : 80% x 24,5 juta = 19,6 juta atau 4% dari total saham publik. Selebihnya 4,9 juta lembar atau 1% dari total saham publik akan digunakan untuk mark up dan mark down nantinya.
Sekarang kita hitung target swing harga. Untuk mengantisipasi hitungan bunga majemuk, maka saya lebih suka menggunakan nilai 1% di bawah target swing high. Maka : 2975 - 1% = 2950. Dari 2500 ke 2950 itu adalah +18%. Untuk naik ke harga swing high, harus melewati 5 tahap mark up dimana masing-masing tahap naik 3,6% (18% / 5). Volume per tahap : 4,9 juta / 5 = 980 ribu lembar. Bandingkan dengan volume rata-rata transaksi harian sebesar 965 ribu lembar. Tidak jauh berbeda, kan? Jika selisihnya sangat jauh berbeda, maka naikkan volume mark up tersebut, tapi ingat harus dijaga agar total volume tetap 100%.
Tahap 1 : 2500 + 3,6% = 2590. Total volume : 980 ribu
Tahap 2 : 2590 + 3,6% = 2683. Total volume : 1,96 juta
Tahap 3 : 2683 + 3,6% = 2780. Total volume : 2,94 juta
Tahap 4 : 2780 + 3,6% = 2880. Total volume : 3,92 juta
Tahap 5 : 2880 + 3,6% = 2983. Total volume : 4,9 juta
Sampai di sini, bandar sudah profit sebesar :
(Rp2975 - Rp2500) x 19,6 juta = Rp9,31 milyar.
Selanjutnya harga akan dibawa turun dengan menggunakan saham 1% tadi juga, yaitu 4,9 juta lembar. Mark down pun akan dilakukan dalam 5 tahap dimana persentase penurunan tiap tahapnya adalah 1/2 dari persentase kenaikannya. Jadi persentase penurunan tiap tahap : 3,6% / 2 = 1,8%.
Tahap 1 : 2975 - 1,8% = 2921. Total volume : 980 ribu
Tahap 2 : 2921 - 1,8% = 2868. Total volume : 1,96 juta
Tahap 3 : 2868 - 1,8% = 2816. Total volume : 2,94 juta
Tahap 4 : 2816 - 1,8% = 2788. Total volume : 3,92 juta
Tahap 5 : 2788 - 1,8% = 2738. Total volume : 4,9 juta
Nantinya selisih antara mark up dan mark down sekitar +1,5% saja, artinya masih profit. Dengan asumsi perhitungan ini, kalau ada pembeli misterius di harga Rp2925,-, maka sangat mungkin itu adalah sisa tahap 5 dari mark up. Total volume mark up nantinya bisa 2-3x lipat, karena banyaknya yang ikut sehingga sangat sulit dideteksi apakah sebuah mark up sudah selesai atau belum. Juga porsi saham yang sudah diakumulasi oleh bandar sebelumnya itu berubah-ubah (tidak tetap). Namun, total volume di mark down biasanya relatif tetap. Di sini kita lihat, total volume dari 2975 ke 2800 adalah 4,7 juta lembar. Padahal idealnya dengan volume segitu harga saham sudah menyentuh 2738. Hanya butuh 200 ribu lembar lagi, maka amunisi mark down akan habis. Jika hitungan kita tepat, kita bisa ambil posisi beli di harga 2775-2800 karena potensi untuk turun sudah sangat kecil pada level ini. Target rebound bervariasi, minimal 3%, maksimal >15%. Jika bandar berkeinginan untuk mengguyur saham lebih rendah, harus ada buyback saham 1% itu sebelum melanjutkan ke bawah.
Mark down itu berlaku seperti jurus perusak jantung. Artinya ia sengaja menciderai diri sendiri karena memang sudah bagian dari rencananya. Alih-alih cidera, dia malah kasi jempol kalau harga turun seperti gambar di samping ini. Jurus ini akan memakan korban yang tak sedikit. Maka, kalau ada melihat sekuritas tertentu memborong saham dalam jumlah besar, padahal harga mestinya sudah jenuh beli, maka pertimbangkanlah kemungkinan mereka sedang melakukan jurus ini.
Oke. Ini cuma coret-coret logika saya saja. Mungkin banyak parameter-parameter yang harus diperbaiki lagi. Dalam prakteknya, banyak sekali variasi-variasi yang muncul. Jadi tulisan ini jangan ditelan mentah-mentah. Be Wise. Be Neutral. Have a good trade.
Post a Comment