Sekarang ini banyak perusahaan yang berupaya go public. Pembiayaan dari bursa saham diyakini jauh lebih efektif dan efisien ketimbang mengajukan pinjaman ke bank. Lagipula kekuatan modal investor bisa mencapai 10x lipat dari bank. Semakin banyak perusahaan yang terdaftar di bursa, maka semakin besar kapitalisasi bursa tersebut, yang berdampak semakin banyak pula modal yang berputar. Perusahaan hanya perlu menunjukkan kinerja terbaik agar investor tertarik buat menanam modal di situ.
Sampai di sini, mulai kerasa dunia saham itu agak sedikit berbeda, bukan? Walaupun secara konsep tak jauh berbeda dengan dunia bisnis lainnya. Saya akan ceritakan sedikit tentang ini.
Investasi di saham bisa dianalogikan dengan memelihara sapi betina yang tengah bunting, yang mana dimiliki oleh tiga orang yaitu A, B, dan C. Namun, belum sampai pada kelahiran anak sapi, investor C sudah butuh uang buat membantu biaya perawatan orang tuanya di rumah sakit. Karena itu ia meminta bagiannya sekarang. Jika sapi betina itu dipotong agar dagingnya bisa dijual, maka investor A dan B sudah pasti keberatan, terlebih lagi kondisi sapi sedang bunting. Tapi di satu sisi mereka akui bahwa investor C berhak atas 1/3 bagian dari sapi tersebut. Maka dihitunglah berapa nilai sapi betina tersebut. Kemudian dihitung berapa bagian buat si investor C. Nah, dicarilah investor yang mau membeli bagian si investor C. Akhirnya ketemu. Kita sebut saja investor D yang bersedia menyetor sejumlah uang buat membeli bagian dari si investor C. Investor C dapat uangnya, investor D dapat sapinya. 'Bagian kepemilikan yang bisa diperjualbelikan' itulah yang disebut dengan saham.
Naiknya harga saham akan menaikkan nilai aset perusahaan. Aset yang meningkat merupakan tanda bahwa perusahaan tersebut bagus, yang pada gilirannya mendapat kepercayaan lebih tinggi dari investor. Bahkan ada emiten yang memberikan bonus buat pihak manajemen perusahaan jika berhasil membuat harga sahamnya meningkat. Kebalikannya, jika harga saham semakin turun, pihak manajemen perusahaan akan menjadi risau. Investor akan bolak balik menelepon buat meminta penjelasan kenapa harga sahamnya turun. Dan tak jarang kata-kata kasar pun keluar, apalagi kalau pihak manajemennya mencla mencle tidak jelas.
Bursa saham merupakan tempat perputaran uang terbesar dan tercepat di dunia. Setelah bursa saham, barulah diikuti bursa properti. Saya masih ingat waktu pertama kali terjun ke dunia saham di tahun 2009, jumlah investor pasar modal hanya 300 ribu orang dengan jumlah saham sekitar 450-an. Transaksi berkisar hanya Rp4-5 trilliun per hari, bahkan pernah Rp3 trilliun saja pada situasi bearish. Kondisi tersebut bertahan hingga 2014. Kemudian sejak tahun 2016 mulai meningkat dimana rata-rata transaksi menjadi Rp6-7 trilliun setiap harinya. Seiring dengan bertambah banyaknya jumlah saham yang terdaftar di BEI, pertumbuhan ekonomi yang stabil, aturan yang semakin diperketat, maka jumlah pemain saham pun meningkat dengan pesat.
Di tahun 2019 jumlah saham lebih dari 600 dan jumlah investor pasar modal sudah mencapai 1,67 juta orang (Sumber : Kontan). Jumlah ini masih sangat sedikit. Bandingkan dengan negara lain. Penduduk Malaysia sekitar 31 juta jiwa dan yang sudah berinvestasi saham sekitar 3,9 juta orang (12,8%). Singapura 1,5 juta orang atau 30% penduduknya sudah berinvestasi saham. Lalu di China sudah 100,4 juta orang atau 13,7% penduduknya berinvestasi saham. Coba bandingkan dengan Indonesia yang berpenduduk 260 juta jiwa, tapi yang berinvestasi saham hanya 1,67 juta orang (1,55%) saja. Timpang sekali, bukan? Kenapa begitu? Karena mayoritas tidak paham berinvestasi di saham. (Baca juga : Prinsip-Prinsip Dasar Investasi).
Sekarang ini sudah ramai pojok-pojok bursa hadir di kampus-kampus. Mahasiswa sudah dikenalkan dengan pasar modal sejak dini. Seminar hingga workshop yang sederhana pun digelar untuk memberikan edukasi. Tak berhenti di situ, media juga punya andil besar untuk mempopulerkan pasar modal ke masyarakat. Ulasan-ulasan di televisi hingga kolom khusus investasi di koran maupun majalah, ditujukan agar masyarakat semakin melek investasi.
Pojok Bursa Universitas Negeri Semarang |
Pojok Bursa Universitas Surabaya |
Pojok Bursa STIE Mikroskill Medan |
Pojok Bursa Universitas Kristen Duta Wacana |
Pojok Bursa Universitas Muhammadiyah Malang |
Pojok Bursa Universitas Bakrie |
Pojok Bursa Universitas Katolik Widya Mandala |
Pojok Bursa Universitas Trisakti |
Pojok Bursa Universitas Widyatama |
Mungkin jika nanti pasar modal tidak lagi asing di telinga kita, kita akan mendengar orang membincangkan saham dimana-mana, entah itu di kafe, lift, bahkan sambil duduk santai dimanapun. Tua s/d muda, kaya s/d miskin, pengusaha s/d karyawan biasa, bisa dengan mudah mengakses ke sekuritas melalui kecanggihan teknologi. Panorama semacam ini akan mejadi kelaziman, bahkan trend sebagai ciri khas negara yang akan maju. Orang-orang tidak hanya berkumpul untuk membahas soal arisan atau reuni, tapi lebih dari itu bisa membahas soal saham dan target investasi buat masa depan.
Belajarlah soal saham mulai dari sekarang. Kamu akan merasakan manfaatnya nanti. Salam trader Indonesia!
Post a Comment