Hasil indecision yang saya tandai minggu lalu akhirnya berakhir flat di minggu ini. Sebenarnya saya berharap IHSG akan terkoreksi menuju gap dalam minggu ini, tapi ternyata harapan saya tersebut belum tercapai. Dengan berakhir flat seperti ini, posisi IHSG sebenarnya masih indecision, namun ada 2 kemungkinan target yang sudah bisa kita tandai di sini. Kemungkinan pertama, seiring adanya pembentukan Minute Wave a of Minor Wave 4 of Intermediate Wave (3) of Primary Wave ((3)) of Cycle Wave V dan sekarang ini tengah dalam penyelesaian Minute Wave b. Sebenarnya saya jarang menghitung sampai dengan minute wave ini dan lebih banyak mengabaikan, sehingga dengan memfokuskan perhitungan wave hanya sampai minor wave saja, maka bisa disimpulkan bahwa koreksi tajam tidak terjadi. Hasil ini lebih kurang sama jika perhitungan melibatkan hingga ke minute wave dengan double failure wave b dan c, dan itu merupakan sinyal bullish. Hasilnya IHSG akan masuk ke minor wave 5 yang panjangnya diprediksi lebih pendek dari minor wave 3.
Kemungkinan kedua, minute wave c belum selesai, sedangkan minute wave b berpotensi gagal. Ini biasanya jadi sinyal bearish dengan target koreksi bisa mencapai 5325. Jika perhitungan mengabaikan minute wave, maka bisa juga diambil kesimpulan yang lebih kurang sama. IHSG sekarang masih di minor wave 4, yang sangat sulit diketahui apakah koreksi ini sudah selesai atau belum. Idealnya memang sudah, tapi semakin panjang rentang waktu koreksi, justru akan semakin bagus. Hmm.. IHSG benar-benar masuk ke dalam pergerakan yang sangat sulit diprediksi. Butuh konfirmasi yang mudah-mudahan akan terlihat dalam minggu ini. Jika diperhatikan benar-benar, saya memang cenderung ke kesimpulan pertama. Alasan saya sama seperti di atas, saya jarang menghitung sampai minute wave, sehingga saya lebih nyaman untuk berkesimpulan bahwa minor wave 4 mungkin sudah selesai. Pada gambar di atas saya menandai rentang waktu untuk koreksi pada kotak yang berwarna merah. Terlihat rentang waktu ideal tersebut sudah terlampaui. Ini juga salah satu pertimbangan bahwa kemungkinan memang minor wave 4 ini sudah selesai.
Apa yang terlihat dari grafik di atas? Asing masih getol jual ketimbang beli. IHSG bergerak flat dengan asing membukukan net sell besar, sebenarnya bisa saja berindikasi akumulasi. Tapi alangkah sulitnya ini disimpulkan demikian mengingat posisi rupiah yang melemah atas dollar dan sempat menyentuh level Rp13.200,- tempo hari. Jadi memang pemicunya melulu dollar. Karena pergerakan IHSG dan FNBS nyaris kurang bisa membantu kali ini, maka saya coba lampirkan grafik korelasi USD dengan Fed Rate dalam kurun waktu 14 tahun terakhir.
Beberapa waktu belakangan ini kita terus disuguhi oleh isu-isu membaiknya perekonomian US. Atas dasar itu pula The FED mengambil langkah untuk menaikkan Fed Rate, tapi langkah ini justru mendapat protes dari banyak pihak. (Baca di sini.) Jika kita perhatikan grafik di atas, terlihat bahwa setiap kali Fed rate naik, maka dollar pun akan menguat. Ketika Fed rate tak mampu lagi memperkuat dollar, maka itu indikasi terjadinya krisis seperti krisis Subprime Mortgage tahun 2008 silam. Sejak krisis tersebut, The Fed memberlakukan kebijakan suku bunga rendah hingga sekarang, sambil mereka menggelontorkan sejumlah stimulus yang luar biasa besarnya untuk menyelamatkan perekonomian US.
Kita memahami bahwa dalam ekonomi yang sehat, inflasi akan selalu terjadi. Produksi barang yang mendapat demand yang besar akan memicu kenaikan harga. Kenaikan inflasi biasanya diikuti oleh kenaikan suku bunga, sehingga produksi barang bisa ditekan (karena kenaikan beban operasional) sehingga demand tidak lagi memicu kenaikan harga. Hasil akhirnya inflasi menjadi terkendali. Logika supplai dan demand ini terus diulang-ulang seperti tayangan tempo doeloe yang tak usang dimakan masa. Sekarang kita kembali perhatikan grafik di atas. Di US sekarang justru masih berlaku kebijakan suku bunga rendah (kisaran 0 - 0.25%). Ini indikasi bahwa sebenarnya ekonomi US masih sakit sampai sekarang. Stimulus The FED sebelumnya ternyata belum mampu mendongkrak ekonomi US seperti semula. Uang tersebut akhirnya banyak membanjiri emerging market seperti Indonesia, India, Thailand, Phillipina dan mereka mendapat banyak profit dari sana yang bisa dibawa pulang ke US, guna memperbaiki perekonomian di sana. Dengan begitu mereka bisa bertahan hingga sekarang.
Maka wacana menaikkan Fed rate ini mendapat perlawanan keras karena dianggap justru akan memicu inflasi yang tidak sehat. Isu kenaikan Fed rate itulah yang dimanfaatkan pelaku pasar untuk berspekulasi memborong dollar, menjadikannya menguat pada semua mata uang utama di dunia. Penguatan dollar ini akan membuat harga barang dalam negeri menjadi terlihat mahal dan barang-barang import akan terlihat lebih murah. Ini tentu tidak baik bagi industri dalam negeri US sendiri. Buat IHSG, gonjang ganjing dollar ini bikin rupiah panas dingin. Nasib baik Januari dan Febuari 2015 Indonesia surplus US$500-700 juta sehingga BI punya kekuatan buat mengintervensi sewaktu-waktu apabila dibutuhkan. Oh ya, Indonesia pun sudah keluar dari daftar The Fragile Five, yaitu negara-negara yang banyak terpengaruh oleh dollar. Ini tentunya menjadi berita positif. Bukan berarti tidak terpengaruh sama sekali, tapi lebih dimaksudkan kepada Indonesia punya potensi untuk tidak terpengaruh. Saya memang cenderung melihat rupiah akan menguat di bulan-bulan mendatang. Semoga.
Post a Comment