- Menghubungkan titik H ke H dan titik L ke L
- Menggunakan Fibonacci
- Menggunakan Peak and Trough
- Menggunakan nilai H tertinggi dan nilai L terendah mingguan dan bulanan
- Menggunakan Pivot point
- Menggunakan interval
- Menggunakan pola
- Menggunakan angka bulat di order book, misalnya 600, 700, 1500, 21000, dan sebagainya.
- Menggunakan Moving Average
- Menggunakan gap harga
- Menggunakan posisi ganjalan di bid dan offer
- Dan sebagainya
Saya tidak mengulas satu per satu tentang cara di atas. Kamu bisa mempelajarinya sendiri. Di sini yang hendak saya sampaikan adalah cara di atas masih sangat bisa diturunkan ke beragam cara, sehingga ada banyak sekali varian-variannya. Belum lagi kalau cara yang satu dikombinasikan dengan cara lain, plus varian-variannya. Alhasil, akan ada banyak sekali cara menghitung S/R ini. Akurasi S/R menjadi penyebab kenapa ada banyak varian yang muncul. Biasanya studi yang khusus mendalami soal S/R ini menggunakan rumusan yang rumit. Rumit tidaknya sebuah rumusan S/R sangat tergantung dengan logika berfikir si pembuat sistem. Pola pikir yang kamu anut sangat mempengaruhi model perhitungan S/R seperti apa yang bakalan kamu pilih.
Saya akui, S/R ini merupakan salah satu misteri dunia saham yang sangat sukar buat dipecahkan. Sejak tahun 2011 saya begitu ambisius buat menemukan hitungan yang pas buat S/R. Tak ayal banyak sekali pengalaman-pengalaman luar biasa buruk yang saya alami hanya demi mengetes akurasi S/R. Mungkin cerita ini dianggap terlalu berlebihan, tapi saya ceritakan apa adanya. Saya tahu di luar sana ada banyak trader-trader yang sukses tanpa harus bersusah payah menghitung S/R. Sayangnya saya tak termasuk trader yang beruntung seperti itu. Karena itu S/R itu merupakan perangkat wajib buat saya dimana saya menggantungkan hampir 90% keputusan di akurasi S/R.
Breakout Resistance |
Support menjadi Resisten dan Vice Versa |
Support-Resisten Channel Mode |
EMA sebagai Resisten |
Menilai Validitas S/R
Ada satu kebiasaan trader dimana untuk menilai validitas breakout, S/R harus ditembus dengan volume besar. Tapi tak diterangkan cara buat menilai validitas S/R. Secara logika, kalau S/R nya tidak valid, kenapa harus repot-repot menguji validitas breakout? Maka, cari dulu S/R yang valid, baru kita bicara soal breakout yang valid.
Menilai validitas S/R ini sebenarnya tidak sulit. Asalkan harga berbalik arah setelah menyentuh S/R, maka S/R tersebut valid. Tak peduli dengan / tanpa volume besar, kalau S/R berhasil ditembus, berarti S/R tersebut tidak valid. Suka tidak suka, begitulah adanya. Dengan begitu, secara teori ada yang namanya support 1, support 2, support 3, resisten 1, resisten 2, resisten 3, dan sebagainya, tapi secara praktek yang valid hanya akan satu saja. Nah, karena validitas S/R hanya bisa dinilai setelah harga berbalik arah, lantas bagaimana caranya menilai validitas S/R SEBELUM harga berbalik arah? Jawabnya, gunakan cara lain untuk memvalidasi itu. (Baca juga : Di Napoli Levels)
Merumuskan S/R
Rumusan S/R itu sangat tergantung dengan dasar logika yang digunakan. Misalnya, pivot point menggunakan dasar logika bahwa pergerakan harga esok hari berkaitan dengan posisi pivot yang terbentuk pada hari ini.
Moving average sebagai S/R menggunakan dasar logika bahwa S/R cenderung bergerak dinamis yang mengikuti arah gerak harga yang sedang berlangsung. Posisi ganjalan bid/offer sebagai S/R menggunakan dasar logika bahwa pelaku pasar sudah mengetahui dimana posisi S/R harian.
Yang namanya logika, bisa tepat, bisa juga meleset. Mindset yang tepat akan membentuk logika yang tepat. Pertimbangannya tidak melulu soal psikologi pasar, tapi juga pertimbangan teknis.
Support yang berubah menjadi Resisten, dan sebaliknya
Tak ada studi khusus buat membuktikan apakah support yang ditembus lantas otomatis berubah jadi resisten atau tidak, begitupun sebaliknya. Hal ini semata-mata karena kebiasaan yang sering dikerjakan, terutama bagi para position trader. Saya sendiri tidak menganut kebiasaan ini mengingat gaya trading saya lebih condong ke swing ketimbang position. (Baca juga : Position Trading)
Position trader memperlakukan S/R sebagai sinyal breakout, sedangkan swing trader memperlakukan S/R sebagai target. Cara pandang yang berbeda akan menghasilkan perlakuan yang berbeda. Andai seorang swing trader memandang S/R seperti position trader, ini akan membingungkan nantinya. Contoh : Saham A punya S1 di 610, S2 530. Jika Low hari ini di 610, dan tutup di 615, maka dari sudut pandang swing trading, itu sinyal beli. Tapi tentu tidak begitu dengan position trader. Ia akan menunggu. Jika keesokan harinya harga menjebol ke bawah S1, berarti itu sinyal jual bagi position trader dan S1 kini menjadi Resisten, sedangkan bagi swing trader itu petanda S1 tidak valid dan kudu diperbaiki lagi. Lihatlah, betapa jauh perbedaan perlakuan S/R bagi position trader dengan swing trader.
Tapi, jika keesokan harinya harga benar rebound, position trader pun masih tetap menunggu sampai harga menembus ke atas resisten. Saat harga sudah di resisten, bagi swing trader, itu adalah sinyal jual, sedangkan bagi position trader itu akan jadi sinyal beli kalau berhasil ditembus.
Saya tuliskan pesan penting di sini. Jangan sesekali menganggap remeh hitungan S/R. Percaya atau tidak, sukses tidaknya trading sangat tergantung dengan seberapa baik penentuan S/R kamu. Jangan cepat puas dengan hitungan S/R yang sederhana. Jangan menggunakan simpangan deviasi yang terlalu lebar (lebih dari 2%, misalnya). Karena sebagaimana lebarnya deviasi tersebut, begitu juga lebarnya kesalahan trading yang bisa terjadi nanti.
Semoga bermanfaat.
Post a Comment