Powered by Blogger.
===================================================================
Assalamualaikum Sobat Saham Ceria,
Salam sejahtera bagi kita semua,

Untuk meningkatkan kemampuan menulis sobat, silahkan tulis artikel mengenai pasar atau saham, cara kamu memahaminya, suka duka, awal mula, cita-cita, harapan, kesalahan hingga cara memperbaikinya, bedah buku / tulisan trader lain, mitos, dan sebagainya. Ada banyak sekali hal yang bisa kamu tuliskan.

Lebih disukai yang berisikan pengalaman ataupun paparan yang sarat dengan logika dan argumen yang kuat, sehingga sobat lain bisa belajar dari pengalamanmu itu.

Kirimkan tulisan kamu ke sahamceria1@gmail.com dengan format :

Nama penulis : boleh nama pena ataupun nama asli
Email :
Link Blog : (kalau ada)
Judul :
Uraian :
Referensi : (kalau ada)

Panjang tulisan antara 4000-5000 karakter. Tulisan yang menarik akan saya posting di blog ini. Dulu saya memulai untuk memahami pasar ini lewat menulis. Siapa tahu kamu pun juga begitu.

Semoga sukses dan salam trader!
===================================================================

Prinsip-Prinsip Dasar Investasi - Bagian 4

Posted by Saham Ceria

Prinsip-Prinsip Dasar Investasi - Bagian 4
Tingkat Inflasi

Inflasi berkaitan dengan erat dengan nilai (valuasi) sebuah instrumen investasi, entah itu saham ataupun obligasi, bahkan berkaitan erat dengan nilai dari mata uang itu sendiri. Ia ditandai dengan meningkatnya harga barang-barang yang terutama sekali di bahan pokok. Semakin tinggi tingkat inflasi, maka semakin rendah nilai saham, obligasi, dan mata uang, karena tingkat pengembalian menjadi lebih rendah. Misalnya, sebuah perusahaan memproduksi sepatu seharga Rp30.000 ,- per pasang. Kalau inflasi terjadi, maka perusahaan terpaksa menaikkan harga jual sepatu menjadi Rp35.000,- Kenaikan harga ini akan membuat pembeli harus merogoh kocek lebih banyak untuk mendapatkan sepasang sepatu yang sama. Dengan sendirinya jumlah pembeli akan menurun yang berakibat pada menurunnya pendapatan perusahaan sepatu tersebut. Jika pendapatan menurun, laba pun ikut menurun, sehingga harga sahamnya pun ikut turun.

Perubahan nilai ini bersifat sulit ditebak. Kajian analisis soal dampak inflasi merupakan prediksi dari pembahasan yang mendalam. Misalnya, jika hari ini harga beras Rp12.000,- per kg, maka berapakah harga beras 7 bulan lagi? Tidak ada yang tahu. Tapi bisa dicari tahu dengan cara mencari data kecukupan cadangan beras, beban import (termasuk di dalamnya kurs rupiah terhadap dollar), beban transportasi (termasuk di dalamnya harga BBM), ada tidaknya subsidi pertanian, kemungkinan operasi pasar untuk antisipasi, dan sebagainya. Semakin akurat kamu memprediksi perubahan nilai tersebut, maka semakin akurat pula kamu memprediksi berapa nilai yang pantas dibayarkan untuk sebuah instrumen investasi.

Dalam kondisi ekonomi yang kondusif, inflasi itu justru bagus sebagai penanda perekonomian yang tumbuh karena harga yang naik dipicu oleh permintaan (demand) yang meningkat. Inflasi seperti ini biasanya diawali oleh daya beli yang tinggi. Perusahaan bisa menaikkan harga jual produknya tanpa khawatir akan ditinggalkan oleh pembelinya. Selama daya beli tetap tinggi dan bisa mengimbangi kenaikan harga, maka inflasi seperti ini justru akan mendongkrak nilai perusahaan menjadi lebih tinggi.

Sebaliknya, dalam kondisi ekonomi yang kurang kondusif, inflasi menjadi momok yang mengerikan karena seberapa parah kejatuhan nilai investasi sangat sulit diprediksi. Seperti tahun 1998, di Indonesia pernah terjadi inflasi yang sangat tinggi, yaitu 77,63%, akibat rentetan krisis global dan lemahnya pondasi ekonomi dalam negeri. Saat harga jual harus dinaikkan karena sumber-sumber barang konsumsi kebanyakan berasal dari import, sedangkan dollar menguat sangat tajam terhadap rupiah, maka inflasipun semakin tak terkendali. Sebagai gambaran, tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai nilai terendah hingga saat itu, yakni dari Rp2.655,00 menjadi Rp2.682,00 per dollar AS. BI akhirnya menghapuskan rentang intervensi dan pada akhirnya rupiah turun ke Rp2.755,00 per dollar AS. Tetapi terkadang nilai rupiah juga mengalami penguatan beberapa poin. Misalnya, pada bulan Maret 1988 nilai rupiah mencapai Rp10.550,00 untuk satu dollar AS, walaupun sebelumnya, antara bulan Januari dan Februari sempat menembus Rp11.000,00 rupiah per dollar AS. Selama periode Agustus 1997-1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terendah terjadi pada bulan Juli 1998, yakni mencapai nilai antara Rp14.000,00 dan Rp15.000,00 per dollar AS.

Inflasi akibat ekonomi yang memburuk akan membuat nilai uang menurun. Contoh, jika hari ini kita menyimpan uang Rp300.000,-, maka itu cukup untuk membeli 30 kg beras (asumsi Rp10.000,- / kg) . Andai terjadi inflasi sebesar 20%, maka secara umum nilai uang akan tergerus sebesar 20% menjadi Rp240.000,- yang hanya cukup buat beli beras sebanyak 24 kg. Namun, pada inflasi yang baik tak begitu yang terjadi dimana harga beras naik seiring permintaan yang bertambah akibat daya beli yang semakin besar, sehingga nilai uang tidak akan melemah, malah justru bertambah kuat. Tapi bukan berarti inflasi semacam itu akan tetap baik jika dibiarkan berlama-lama. Maka, untuk mengendalikannya, BI biasanya akan menaikkan suku bunga agar masyarakat ramai memasukkan uangnya ke bank, sehingga uang beredar menyusut, permintaan akan barang menurun, dan harga produk bisa dinormalkan kembali. Daya beli masyarakat menjadi kata kunci utama di sini supaya kita bisa menilai apakah inflasi yang tengah terjadi itu baik atau buruk, karena daya beli yang tinggi mengindikasikan meningkatnya kemakmuran di masyarakat, sedangkan daya beli yang menurun mengindikasikan meningkatnya kemiskinan di masyarakat.

(Bersambung)

Related Post



Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...