Amerika merupakan negara konsumen BBM terbesar di dunia. Jika memang perekonomiannya membaik, lantas kenapa harga minyak mentah malah turun? Ini tidak masuk akal. Dengan daya beli yang tinggi (ya tentu saja, kan dollar menguat), lantas kenapa harga minyak mentah malah turun? Alasan yang selalu diberikan adalah karena Amerika saat ini sudah bisa memproduksi minyak sendiri, sehingga beban impor minyak mengecil. Supplai minyak yang banyak itu akan membuat harga minyak tertekan. Oh tidak... tidak. Itu alasan yang kurang tepat. Justru apabila Amerika sudah menjadi negara produsen minyak, ia akan semakin tak ingin harga minyak anjlok seperti sekarang ini. Amerika memang ingin menekan impor minyaknya, tapi ia sama sekali tidak ingin menekan harga minyak. Sesuatu yang lain tengah terjadi di sini. Ada yang mengatakan Amerika dengan sengaja menekan harga minyak untuk menekan perekonomian Rusia. Mungkin ada benarnya jika memang Amerika bukan negara produsen. Tapi sejak menjadi negara produsen, menekan perekonomian Rusia samalah dengan menekan perekonomian Amerika itu sendiri.
Jika kamu cermat memperhatikan, maka terlihat penguatan dollar selalu dibarengi dengan semakin turunnya harga minyak mentah. Maka dengan lugas Jim mengatakan, penguatan dollar dan penurunan harga minyak merupakan Dead Blow (Ledakan Kematian). Oh ya, saya tidak sedang mengajak untuk percaya 100% pendapat salah satu analis, tapi opini-opini yang punya alasan kuat bisa dijadikan masukan, walaupun tidak harus 100% mirip seperti yang dikatakannya itu. Lagipula, pendapat Jim bukanlah satu-satunya pendapat analis yang saya baca.
Dalam dunia kapitalis, supplai dan demand memang menjadi elemen pembentuk harga, tapi bukan menjadi elemen penentu. Jika ada 10 supplai dan 2 demand, maka secara logika harga tentu akan turun, karena supplai lebih besar daripada demand, tapi trader bisa membuatnya menjadi 2 supplai dan 2 demand, dimana 8 supplai lain ditahan (masuk kotak). Karena itu ketika Saudi Arabia menolak untuk menurunkan produksi minyak mentahnya, dan malah justru menaikkannya, itu bukanlah satu-satunya penyebab harga minyak mentah turun. Yang membuat turun itu adalah Amerika sendiri.
Biaya produksi minyak itu di bawah $30-40 per barrel. Jika harga minyak mentah dibanderol dengan harga $49, maka margin profitnya hanya 22,5-63%, jauh menurun ketimbang saat harga minyak masih di atas $100. Ini tentu kurang menarik buat investor. Seperti diketahui 1/3 produksi OPEC adalah berasal dari Saudi Arabia. Margin profit yang tipis tak menjadi soal buatnya, tapi tentu menjadi soal buat Amerika yang pada saat yang sama sudah bisa memproduksi minyak mentah dari shale oil. Dari investopedia, tak diragukan bahwa biaya produksi shale oil memang lebih besar ketimbang conventional oil, yaitu antara $40-60 USD, bahkan ada yang $90. Perhatikan gambar di bawah ini.
Walaupun ada beberapa perusahaan shale oil yang bisa BEP dengan harga jual minyak mentah hanya $50, tapi secara rata-rata BEP baru bisa terjadi jika harga minyak $80. Dengan kata lain, jika harga minyak mentah masih berkisar $50 per barel, maka banyak perusahaan shale oil yang memutuskan untuk menghentikan produksi minyaknya karena laba penjualan tak bisa menutupi beban produksi dan tentu saja berakibat pada penurunan total produksi minyak dalam negeri. Dan 'secara kebetulan' Saudi Arabia terus meningkatkan produksinya. Andai saja Saudi Arabia menurunkan produksi minyak sehingga menurunkan supplai minyak dunia, maka dollar akan rontok dan kekacauan ekonomi dunia akan terjadi tak cuma di Amerika, tapi juga di seluruh dunia akibat hampir rata-rata kegiatan ekspor-impor dan penentuan harga komoditas merupakan dollar-based. Dollar diprediksi akan rontok, tapi bukan dengan jalan memanipulasi harga minyak. Lantas, apa kira-kira yang bisa membuat dollar rontok nanti? Sebelum menjawab itu, mungkin kudu dijawab dulu kenapa dollar menguat, sedangkan harga minyak turun? Saya akan terus berceloteh bak orang gila di sini. Cerita masih berlanjut.
(Bersambung)
Post a Comment