Tak usah berkoar-koar, tak usah pamer, karena sering kali yang berkoar-koar terlalu keras itu yang keliru. Celakanya ada di antara pecundang itu yang tak terima dirinya dikalahkan, lalu kembali menantang pasar. Apa yang terjadi? Kalaulah ada nasehat bijak, jangan masuk ke lubang yang sama 2x, maka si pandir ini akan masuk ke lubang yang sama 5x, 7x, 10x, 20x, sebelum akhirnya ia menyadari betapa pandir dirinya. Sang provokator biasanya menghilang begitu saja dan tak berani muncul lagi. Ia tumbang akibat langkahnya sendiri. Sang pecundang lain hanya bisa lari lintang pukang, membenci saham tertentu, menjauhinya, bahkan tak berani menyentuh-nyentuhnya lagi dan menuduh saham tertentu dengan cap saham laknat. Kalau rugi, bilangnya saham laknat. Tapi kalau untung, bilangnya saham apa?
Satu hal yang harus dipahami trader adalah bahwa pasar terbentuk dengan sempurna dengan caranya sendiri. Ia mungkin tak sesempurna hitungan fibonacci, tak sesempurna aturan main oscillator, tak sesempurna hitungan fractal, dan tak sesempurna hitungan sinyal manapun. Tapi pasar selalu benar. Para guru-guru pasar modal selalu mengulang-ulangi nasehat ini, "Market is always right." Tapi ada banyak trader yang tak mau mengakui itu, dan saya dulu termasuk di dalamnya. Saya dulu begitu ngotot menolak bahwa pasar selalu benar. Alih-alih menerima nasehat itu, saya justru melawannya dengan keyakinan bahwa market is stupid. Sebuah keyakinan yang sombong, bukan? Dengan logika yang rada tumpul saat itu, saya beralasan bahwa tiap kali harga turun terlalu rendah dari valuasi wajarnya, maka itu membuktikan bahwa pasar itu bodoh. Begitu juga pada saat harga naik terlalu tinggi dari valuasi wajarnya, juga membuktikan pasar itu bodoh. Alasan-alasan seperti itu menjadi pembenaran buat saya untuk memborong saham yang saya anggap sudah sangat murah atau menjual saham yang saya anggap sudah sangat mahal; memborong saham yang saya yakin sudah pada posisi support yang kuat atau menjual saham yang saya yakin sudah berada di resisten yang kuat. Apa yang terjadi kemudian? Saham yang saya beli tambah turun, dan saham yang saya jual tambah melambung. Jadi pasar tidak bodoh, tapi saya yang harus lebih banyak belajar. Andai pasar itu bodoh, berarti saya dungu. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari, bukan?
Jika kita berhasil meletakkan pasar sebagai tolok ukur penilaian, maka kita akan mulai mencari tahu apa yang menjadi tolok ukur bagi pasar itu sebenarnya. Dengan keramaian yang campur aduk seperti itu, bagaimana cara pasar bergerak dalam harmoni yang sama dari waktu ke waktu? Sudah pasti pasar punya tolok ukurnya sendiri. Dan beratus-ratus analis. trader, investor bergerilya demi mencari tolok ukur pasar tersebut. Mereka menyebutnya sebagai Holy Grail, tapi sayangnya sampai ini hari tak ada pernyataan yang jelas dari para pencari ilmu pasar ini apakah Holy Grail ini ada atau tidak. Kebanyakan mengatakan tidak ada, tapi apakah itu bisa dipercaya? Ataukah yang sebenarnya memang ada, tapi mereka menyimpannya buat mereka sendiri? Entahlah. Yang jelas jangan jadi provokator yang seolah-olah mengerti sistematika pasar, padahal langkahnya sendiri pun tak dijaga.
"You are your worst enemy."
Perhatikan langkahmu sebelum mengambil keputusan apapun. Semoga berhasil!
Post a Comment