Powered by Blogger.
===================================================================
Assalamualaikum Sobat Saham Ceria,
Salam sejahtera bagi kita semua,

Untuk meningkatkan kemampuan menulis sobat, silahkan tulis artikel mengenai pasar atau saham, cara kamu memahaminya, suka duka, awal mula, cita-cita, harapan, kesalahan hingga cara memperbaikinya, bedah buku / tulisan trader lain, mitos, dan sebagainya. Ada banyak sekali hal yang bisa kamu tuliskan.

Lebih disukai yang berisikan pengalaman ataupun paparan yang sarat dengan logika dan argumen yang kuat, sehingga sobat lain bisa belajar dari pengalamanmu itu.

Kirimkan tulisan kamu ke sahamceria1@gmail.com dengan format :

Nama penulis : boleh nama pena ataupun nama asli
Email :
Link Blog : (kalau ada)
Judul :
Uraian :
Referensi : (kalau ada)

Panjang tulisan antara 4000-5000 karakter. Tulisan yang menarik akan saya posting di blog ini. Dulu saya memulai untuk memahami pasar ini lewat menulis. Siapa tahu kamu pun juga begitu.

Semoga sukses dan salam trader!
===================================================================

Tumbangnya Si Provokator Akibat Langkahnya Sendiri

Posted by Saham Ceria

Tumbangnya Si Provokator Akibat Langkahnya Sendiri
Pasar sudah mengetahui arah lanjutan, trader tidak. Maka dalam rentang waktu yang sempit, pergerakan harga seperti permainan pingpong saja. Lalu muncullah si provokator dengan massa yang besar untuk memberikan perlawanan semata-mata hanya ingin mengetes kekuatan pasar. Ia membombardirnya dengan modal yang besar dengan alasan bahwa itulah satu-satunya cara untuk bisa memaksa pasar bergerak sesuai keinginannya. Tapi pergerakan yang besar seperti itu justru akan mengaktifkan sinyal tertentu di pasar. Selalu ada pihak yang berlawanan dengan kekuatan modal yang besar juga, bahkan mungkin jauh lebih besar. Sayangnya ini bukan soal siapa yang punya modal paling kuat, melainkan siapa yang punya otak lebih encer. Masing-masing pihak harusnya mengerti bahwa pasar itu tak bisa dipaksa. Ia bukan milik sekelompok bandar, bukan milik sekelompok sekuritas, bukan milik asing, bukan milik siapa-siapa. Ia adalah milik bersama. Maka pergerakan sebesar apapun akan berakhir pada probabilitas 50 : 50. Berharap saja bahwa level harga yang berlangsung itu bukan perangkap. Kalau ternyata itu adalah perangkap, maka pasar bisa melakukan hal yang tak terduga, berbalik arah, menyapu bersih, dan meninggalkan trader dalam penyesalan yang mendalam.

Tak usah berkoar-koar, tak usah pamer, karena sering kali yang berkoar-koar terlalu keras itu yang keliru. Celakanya ada di antara pecundang itu yang tak terima dirinya dikalahkan, lalu kembali menantang pasar. Apa yang terjadi? Kalaulah ada nasehat bijak, jangan masuk ke lubang yang sama 2x, maka si pandir ini akan masuk ke lubang yang sama 5x, 7x, 10x, 20x, sebelum akhirnya ia menyadari betapa pandir dirinya. Sang provokator biasanya menghilang begitu saja dan tak berani muncul lagi. Ia tumbang akibat langkahnya sendiri. Sang pecundang lain hanya bisa lari lintang pukang, membenci saham tertentu, menjauhinya, bahkan tak berani menyentuh-nyentuhnya lagi dan menuduh saham tertentu dengan cap saham laknat. Kalau rugi, bilangnya saham laknat. Tapi kalau untung, bilangnya saham apa?

Satu hal yang harus dipahami trader adalah bahwa pasar terbentuk dengan sempurna dengan caranya sendiri. Ia mungkin tak sesempurna hitungan fibonacci, tak sesempurna aturan main oscillator, tak sesempurna hitungan fractal, dan tak sesempurna hitungan sinyal manapun. Tapi pasar selalu benar. Para guru-guru pasar modal selalu mengulang-ulangi nasehat ini, "Market is always right." Tapi ada banyak trader yang tak mau mengakui itu, dan saya dulu termasuk di dalamnya. Saya dulu begitu ngotot menolak bahwa pasar selalu benar. Alih-alih menerima nasehat itu, saya justru melawannya dengan keyakinan bahwa market is stupid. Sebuah keyakinan yang sombong, bukan? Dengan logika yang rada tumpul saat itu, saya beralasan bahwa tiap kali harga turun terlalu rendah dari valuasi wajarnya, maka itu membuktikan bahwa pasar itu bodoh. Begitu juga pada saat harga naik terlalu tinggi dari valuasi wajarnya, juga membuktikan pasar itu bodoh. Alasan-alasan seperti itu menjadi pembenaran buat saya untuk memborong saham yang saya anggap sudah sangat murah atau menjual saham yang saya anggap sudah sangat mahal; memborong saham yang saya yakin sudah pada posisi support yang kuat atau menjual saham yang saya yakin sudah berada di resisten yang kuat. Apa yang terjadi kemudian? Saham yang saya beli tambah turun, dan saham yang saya jual tambah melambung. Jadi pasar tidak bodoh, tapi saya yang harus lebih banyak belajar. Andai pasar itu bodoh, berarti saya dungu. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari, bukan?

Jika kita berhasil meletakkan pasar sebagai tolok ukur penilaian, maka kita akan mulai mencari tahu apa yang menjadi tolok ukur bagi pasar itu sebenarnya. Dengan keramaian yang campur aduk seperti itu, bagaimana cara pasar bergerak dalam harmoni yang sama dari waktu ke waktu? Sudah pasti pasar punya tolok ukurnya sendiri. Dan beratus-ratus analis. trader, investor bergerilya demi mencari tolok ukur pasar tersebut. Mereka menyebutnya sebagai Holy Grail, tapi sayangnya sampai ini hari tak ada pernyataan yang jelas dari para pencari ilmu pasar ini apakah Holy Grail ini ada atau tidak. Kebanyakan mengatakan tidak ada, tapi apakah itu bisa dipercaya? Ataukah yang sebenarnya memang ada, tapi mereka menyimpannya buat mereka sendiri? Entahlah. Yang jelas jangan jadi provokator yang seolah-olah mengerti sistematika pasar, padahal langkahnya sendiri pun tak dijaga.

"You are your worst enemy."

Perhatikan langkahmu sebelum mengambil keputusan apapun. Semoga berhasil!

Related Post



Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...