Bursa punya caranya sendiri untuk menghancurkan semua rasa kebanggaan diri yang berlebihan itu hingga tidak ada lagi yang tersisa. Kita pun mungkin pernah atau bahkan sering mengalaminya, dimana saat kepercayaan diri berlebihan justru harus hancur berkeping-keping akibat salah prediksi.
Kunci persoalannya adalah pada objektifitas dan tahu apa yang 'dibisikkan' bursa di telinga kamu, bukan soal pembuktian kebenaran atas apa yang kamu katakan atau lakukan kemarin atau enam minggu yang lalu. Cara paling cepat untuk jatuh terjungkal adalah dengan berusaha membuat pembuktian bahwa kamu benar dan bursa salah. Tiap kali kamu ingin membuktikan bahwa bursa salah, bursa bodoh, bursa goblok, bursa idiot, maka tiap kali itu pula kamu akan tersandung berkali-kali dan terpuruk. Sejatinya kita harus ikut pergerakan bursa. Tapi jangan pula jadi latah dengan berdalih sedang ikut bursa, karena pengertian 'ikut' di sini akan berbeda buat kamu dan saya. Ketika saya mengambil posisi kontrarian, maka yang sebenarnya saya ingin menegaskan posisi saya berbeda dari posisi mayoritas agar saya bisa tetap ikut bursa. Tapi orang lain akan mengatakan bahwa saya sedang melawan bursa dengan mengambil posisi yang berbeda, padahal tak ada yang benar-benar tahu bursa akan mengarah kemana. Dan kenyataannya posisi bursa bisa berlawanan dari posisi mayoritas, dan bisa pula tidak. Mayoritas bukan penentu arah bursa. Antara mayoritas dan bursa ini merupakan dua entitas yang berbeda satu sama lain.
Kadang, makin terkemuka pakar yang kamu jadikan panutan, maka makin besar kesulitan yang dapat menjeratmu jika kamu mengikuti saran-sarannya. Seorang pakar kenamaan, pada tahun 1982 di Amerika, bersikeras mengatakan bahwa pinjaman pemerintah akan macet pada sektor swasta dengan tingkat suku bunga dan inflasi kembali membumbung mencapai posisi tingginya yang baru. Fakta yang terjadi kemudian adalah sebaliknya, dimana inflasi turun dan tingkat suku bunga pun melorot.
Pada bear market tahun 2000, para ahli selama berminggu-minggu ngotot mengatakan di CNBC bahwa saat itu adalah saat yang tepat untuk membeli saham-saham produk teknologi tinggi. Namun fakta yang terjadi setelah itu justru makin terpuruknya saham-saham tersebut. Banyak analis dan ahli strategi bursa terkemuka senantiasa mempengaruhi para investor untuk mengambil posisi beli dengan mengatakan bawah saat itu adalah peluang emas sekali seumur hidup, padahal jelas-jelas bursa sedang terus meluncur ke bawah dengan drastisnya. Langkah beli yang diambil pada situasi seperti itu justru sangat berbahaya.
Pandangan yang konvensional dan berpatok semata-mata pada konsensus, jarang yang tepat di bursa. Kita tidak bisa mempertaruhkan nasib kita pada nilai-nilai konsensus yang model perhitungannya pun tidak pernah kita tahu. Ini pastinya cara yang terlalu beresiko. Beberapa ahli strategi bursa menganjurkan untuk mengambil langkah beli saham yang kemerosotan harganya hanya berjangka pendek, dengan argumen bahwa posisi mutual fund meningkat besar-besaran. Tapi ternyata apa? Pandangan seperti itu justru keliru besar. Meskipun posisi mutual fund benar-benar meningkat, pergerakan yang terjadi masih berada di bawah posisi-posisi di masa-masa sebelumnya. Artinya besar kecilnya posisi mutual fund di bursa tidak serta merta menjadi jaminan bahwa bursa akan rally. Itu yang perlu diingat. Pembuktian ini pernah dimuat di Investor's Business Daily pada kolom berjudul General Market & Sector.
Sobat, biarkan bursa itu sendiri menjadi gurumu, yang menasihatimu. Ia akan memberikan tanda kapan kamu harus masuk dan kapan harus keluar. Jangan coba-coba menentang bursa, karena dia lebih tangguh dari siapapun, yang memaksa puluhan mutual fund pun harus bertekuk lutut di hadapannya.
Referensi :
William J. O'neil, How to Make Money In Stocks, Edisi 3.
Post a Comment