Memahami indikator-indikator makroekonomi
Hal-hal seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga, pertumbuhan PDB per tahun, kurs, prediksi pertumbuhan ekonomi ke depannya, dan sebagainya kudu harus diketahui. Ini penting untuk mengetahui kapan harus ikut trend dan kapan harus counter trend. Juga untuk mempertajam insting trader karena tidak selalu yang ingin diketahui itu terbaca dari grafik ataupun aksi pasar. Dengan mengumpulkan segala kemungkinan dalam satu analisis, kita bisa melihat gambaran yang lebih luas tentang kondisi pasar yang sebenarnya. Cara menafsirkan indikator-indikator makro ini pun berbeda-beda pula bagi tiap orang. Contoh yang paling mudah adalah saat kita melihat nilai tukar rupiah terhadap dollar, maka penafsiran kita akan beragam satu sama lain. Ada yang bilang rupiah akan tambah hancur, tapi ada pula yang bilang justru dollar lah yang bakalan terpuruk. Itu baru rupiah. Belum lagi soal Fed rate, inflasi, GDP, dan sebagainya.Bahkan neraca perdagangan yang positif akibat turunnya import lebih besar ketimbang penurunan ekspor pun masih ditanggapi negatif. Alasannya Indonesia tetap membutuhkan ekspor. Dengan turunnya impor dan ekspor secara bersamaan, maka itu indikasi perekonomian memburuk. Memburuk? Ya belum tentu. Kalau penurunannya diimbangi dengan penurunan konsumsi juga, maka normalnya memang seperti itu. Yang harus diperbaiki selanjutnya adalah daya beli masyarakat. Dengan jumlah penduduk 240 juta jiwa, daya beli akan menjadi prioritas pertama sebelum soal ekspor. Bukankah selama ini Indonesia terlalu berorientasi ekspor, sehingga lalai dalam meningkatkan daya beli masyarakat? Kita kudu memahaminya mulai dari awal sebab hingga hasil akhir, apa keuntungannya dan apa kerugiannya, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan, sehingga nantinya kamu bisa katakan hitam kalau memang hitam, dan katakan putih kalau memang putih.
Memang sangat sulit berdiskusi di pasar modal ini. Acap kali terjadi pro dan kontra. Saat yang satu dihantui rasa pesimis karena indeks jeblok, yang lain justru bersikap gembira karena masa-masa diskon akan segera datang. Saat yang satu dengan tepat memprediksi kehancuran pasar dan berhasil keluar pasar tepat pada waktunya, yang lain terpaksa harus sering-sering mengelus dada karena nilai portonya anjlok parah dan bergabung dengan klub barunya yaitu the nyangkuters. Ada juga yang sangat terpukul sampai cerai, gila, atau bahkan bunuh diri. Dalam berbagai forum-forum saham, banyak pertengkaran yang terjadi. Semua merasa lebih pintar. Semua merasa lebih benar. Semua merasa lebih beruntung. Dan semua merasa lebih berpengalaman. Itu salah satu sebab mengapa saya akhirnya memilih untuk membuat blog sendiri, menuangkan corat-coret saya di sini. Kalau tidak setuju dengan tulisan saya, tak usah dibaca. Gampang, bukan?
Memantau perkembangan makro ekonomi melalui indikator-indikator dimaksudkan agar pelaku pasar lebih melek akan apa yang sedang terjadi. Dengan memahami ini diharapkan kita bisa memilih posisi paling tepat sesuai dengan kondisi yang berlaku. Tentu ini hanya gambaran umumnya, karena ketika berhadapan di saham, kondisinya bisa berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain. Tapi memang begitulah adanya. Memahami makro bisa membantu kita menandai momentum, kapan harus bersiap-siap masuk ke pasar, atau justru keluar pasar.
Dalam rebound yang besar, kondisi makro hampir selalu menjadi lokomotifnya. Begitu juga sebaliknya, dalam kondisi koreksi-koreksi yang besar, kondisi makro hampir selalu menjadi penyebab utamanya. Yang sudah pernah mengalamai krisis Subprime mortgage tahun 2008 dan krisis Eropa tahun 2013 bisa merasakan betapa pasar sama sekali tak berdaya menghadapi gempuran pasukan beruang. Rata-rata saham berkapitalisasi besar turun dengan mudah, bahkan sangat mudah, tak ubahnya seperti saham gorengan saja. Buat yang sedang memegang saham berkapitalisasi kecil sekonyong-konyong muncul rasa pesimis dan takut. Alasannya, kalau saham berkapitalisasi besar saja bisa diguyur sedemikian mudahnya, apalagi saham berkapitalisasi kecil. Jadi rasa takut lebih mendominasi keputusan ketimbang logika-logika lain. Celakanya, rasa takut itu tetap mendominasi kendatipun besok harga akan rebound kencang.
Sobat trader, tulisan di artikel ini mungkin kerasa terlalu panjang hanya demi menjabarkan bagaimana meraih profit konsisten itu. Saya tak akan meyebutkan nama objeknya secara langsung, karena bukan itu yang menjadi fokus di sini. Kalaupun disebutkan, tak pula bisa dijadikan tolok ukur. Tapi kita bisa pastikan bahwa smart money akan selalu meninggalkan jejak dan jejak itu bisa dilacak untuk menemukan pola pengulangan yang persis sama, baik dari awal sampai akhir, mulai dari sinyal s/d target. Sebagaimana saya tuliskan di awal artikel ini bahwa saya cenderung mencari sumber inspirasi dari para pemenang. Jadi memang harus ditelaah dan ditemukan sendiri. Maka saya mencoba jabarkan apa yang mungkin menjadi sumber inspirasinya tersebut dan menuliskannya dengan kata-kata saya sendiri. Saya tahu tulisan ini masih jauh dari sempurna, tapi setidaknya mungkin akan bermanfaat buat kamu-kamu yang mau menggali lebih dalam untuk mencari sesuatu yang harus kamu temukan sendiri itu. Insya Allah.
Dengan mengetahui sedikit soal ini semua, kamu akan paham bahwa untuk menghasilkan profit konsisten itu bukan soal pake hitungan apa atau rumus apa, tapi lebih dulu kepada mencari dasar logika yang benar-benar masuk akal dan mewujudkannya ke dalam sebuah perhitungan. Hasilnya nanti akan menjadi penentu apakah logikamu itu sudah tepat atau masih belum. Model trial and error ini sudah lazim diterapkan baik oleh para pelaku analisa fundamental, maupun analisa teknikal. Tentu dalam setiap metode yang tersusun nanti sudah ada jebakan-jebakan yang menanti. Sobat, bilamana kamu berhasil menyusun metode analisa, mengenali beragam jebakannya, mempersiapkan antisipasinya, dan menandainya ke dalam sistem tradingmu sehingga menjadikannya sempurna, maka dengan sendirinya ia akan men-generate profit konsisten untukmu dan itu cukup untuk mengisi pundi-pundi uangmu sampai ke level yang tak terbatas. Semoga. Amin Ya Rabbal 'alamin.
Referensi :
- http://www.fool.com/investing/general/2013/11/16/the-moment-warren-buffett-realized-he-was-rich.aspx
- http://www.oldschoolvalue.com/blog/investing-perspective/warren-buffett-career-timeline-investments/#ixzz3bCILX6Hb
- http://www.forbes.com/sites/gurufocus/2015/01/12/inside-one-of-value-investings-greatest-minds-walter-schloss/
Post a Comment