- Harga barang tidak dibayar secara langsung, melainkan menunggu hari penyerahan
- Mengalami beberapa kali transaksi penjualan padahal masih berada dalam kepemilikan penjual pertama
- Jelas harganya
- Jelas objeknya, kualitasnya, dan jumlahnya
Transaksi Instan
Harga-harga di pasar saham itu bergerak variatif. Ada yang sangat cepat naik, ada yang sangat cepat turun, dan ada yang diam dalam jangka waktu lama alias saham tidur. Kenapa bisa begitu? Karena faktor likuiditas. Semakin tinggi likuiditas, maka semakin cepat pergerakan supply dan demandnya, yang pada gilirannya menyebabkan harga pun bisa ikut berubah dalam waktu cepat.
Seperti diketahui bahwa setiap saham yang dibeli baru akan diterima pada T+3, artinya hari ke-3 setelah transaksi. Pada hari ke-3 saham tersebut akan tercatat di KSEI, dan investor bisa melihatnya dengan menggunakan kartu AkSes. Setiap investor wajib punya kartu ini dan diurus saat membuka rekening di sekuritas. Nah, di sini muncul perdebatan seputar menjual saham sebelum hari ke-3. Dalam Islam tidak dibolehkan menjual sesuatu yang belum dimiliki. Dengan kata lain, jika kita membeli saham, maka pada hari ke-3 lah kita diperbolehkan menjualnya.
Namun muncul satu persoalan lain. Seperti diketahui, kecepatan informasi menjadi hal yang sangat krusial di pasar saham. Misalnya saat muncul berita bahwa tim Prabowo-Hatta akan menggugat hasil Pemilu ke MK, maka indeks saham turun karena investor melepas saham sebagai antisipasi dampak politik yang memanas. Jika pada hari yang sama tersebut ternyata kita keburu beli saham, apakah kita cuma mau menonton harga saham kita itu turun? Dalam trading, kita harus melakukan aksi menyelamatkan aset dengan menjualnya walaupun rugi (cut loss). Jadi sangat tidak mungkin menunggu 3 hari dulu, karena tidak ada yang tahu dalam 3 hari ke depan harga saham akan turun seberapa parah.
Dalam keyakinan saya, Islam melarang untuk menjual sesuatu yang belum sampai ke pemiliknya dengan tujuan untuk menghindari spekulasi yang bisa mengarahkan pembeli selanjutnya pada transaksi fiktif dengan modus penipuan. Seperti A beli barang dari B, dan C beli barang dari A, padahal barang belum sampai ke A. Sejauh pengalaman saya selama ini, belum ada transaksi fiktif di saham selama saham-saham tersebut memang diperdagangkan di bursa saham. Artinya setiap barang yang dibeli, sudah pasti akan jadi hak milik, walaupun pencatatannya butuh waktu 3 hari. Itulah konsep good delivery dan good fund. Tidak hanya sekuritas kita saja yang mencatat itu, tapi semua anggota bursa mencatat hal yang sama. Misalnya nasabah sekuritas A membeli saham dari nasabah sekuritas B. Maka sekuritas A akan mencatat nasabahnya membeli saham sekian lot di harga sekian dari nasabah sekuritas B. Begitu juga sebaliknya sekuritas B mencatat nasabahnya menjual saham sekian lot di harga sekian ke nasabah sekuritas A. Saham tersebut tidak akan jatuh ke pihak lain, apalagi sampai salah kirim. Mempertimbangkan tingkat realibilitas yang tinggi inilah maka banyak bermunculan trading instan harian, karena memang trader tidak khawatir sahamnya akan kesasar ke tempat lain. Sekuritas tidak berani macam-macam karena takut pada sanksi yang berat, mulai dari denda, dicabut keanggotaannya, hingga pidana. Karena aliran uang semua serba tercatat, sangat mudah menjebloslkan pelaku ke balik jeruji besi.
Meskipun begitu, saya sangat setuju bahwa saham yang dibeli tidak langsung dijual dalam waktu sehari, dengan alasan semata-mata buat trading instan harian. Karena sebenarnya pasar saham itu memang didesain bukan untuk trading instan seperti itu, melainkan untuk jangka waktu yang lebih panjang. Ketika membeli saham pun, tak pernah terfikirkan oleh saya akan menjualnya pada hari yang sama, kecuali ada situasi yang gawat dan mengharuskan saya menjual pada hari yang sama. Tanpa situasi seperti itu, saya cenderung memegang saham 3-4 hari, bahkan sampai 3 bulan. Dengan kata lain, ada kondisi urgensi dimana mengharuskan untuk melakukan trading instan. Dengan demikian praktek-praktek memanipulasi pergerakan harga saham dan kegiatan spekulasi bisa berkurang dan saham kembali pada duduknya yaitu sebagai bukti kepemilikan terhadap sebuah perusahaan, bukan sebuah objek spekulasi, apalagi judi. Wallahu a'lam bissawab.
Catatan :
Berkaca pada kasus SP dulu. Saham nasabah tetap tidak diusik. Yang dibawa lari itu duit nasabah yang nganggur. Kalau kebetulan nasabah sudah membelanjakannya ke saham, maka duitnya tidak bisa dibawa lari lagi. Sehingga saham termasuk tempat yang sangat aman buat menyimpan uang dalam bentuk aset, asalkan benar-benar di perusahaan yang punya fundamental kuat, bukan perusahaan abal-abal. Karena itu sejak 2012 lalu nasabah tidak lagi menempatkan uangnya ke rekening sekuritas, melainkan ke rekening dana investor (RDI) atas nama nasabah itu sendiri. Dan rekening itu dibawah pengawasan KSEI. Dengan demikian kasus seperti SP itu diharapkan tidak akan terjadi lagi.
Referensi :
- Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), M. Ali Hasan, Penerbit PT Rajagrafindo Persada, 2003, hal.143
- http://ukasbaik.wordpress.com/2008/06/19/jual-beli-saham-dalam-perspektif-hukum-islam/
- http://www.fiqhislam.com/index.php?option=com_content&id=24932%3Ahukum-hukum-syariat-tentang-transaksi-bursa-saham&Itemid=197
- http://abughifary.wordpress.com/2011/12/29/bursa-saham-dalam-perspektif-islam/
- http://www.konsultasisyariah.com/hukum-jual-beli-lelang/
Post a Comment