Karena modal dasar sudah diketahui, maka pembeli tinggal menentukan barang mana yang bagus dan mana yang tidak, lalu barang tersebut biasanya ditawar naik. Di sini kualitas nilai barang benar-benar diuji. Kalau tidak, tentu akan ditinggal pembeli. Memang keuntungan yang diperoleh nanti tidak begitu besar, tapi jika jumlah dagangannya cukup banyak, maka akumulatif keuntungannya sudah sangat lumayan. Apa saja barang dagangan Rasulullah tersebut? Beraneka ragam, mulai dari perabotan, hiasan, kain, dan sebagainya.
Di zaman sekarang, saya pikir sudah tidak ada manusia yang berdagang ala Rasulullah. Sudah banyak dicampuri tipu daya. Malah tidak tanggung-tanggung, modal awal Rp25 ribu, tapi ditawarkan ke pembeli dengan harga Rp100 ribu. Pembeli tidak pernah tahu modal awal, karena si penjual tidak pernah bilang. Kalau pun bilang, dia berbohong. Satu-satunya perdagangan yang masih menyebutkan modal awal saat menjual adalah SAHAM, yaitu saat IPO (Initial Public Offering). Lantas, selain IPO, apakah kita tidak bisa mengetahui berapa modal awal saham tersebut? Jawabnya : Bisa.
Modal awal ini merupakan istilah lain untuk menyebutkan harga wajar sebuah saham. Kita ambil satu contoh : Jika kita membeli saham AALI di harga Rp21.000 dari sekuritas KZ, kita tidak begitu peduli berapa modal awal sekuritas KZ. Yang patut diperhatikan itu adalah apakah dengan harga segitu, saham AALI masih pantas dimiliki atau tidak, sudah kemahalan atau masih murah, karena sejatinya yang punya saham AALI itu adalah AALI (Astra Agro Lestari Tbk) sendiri. AALI lah yang melepas sahamnya ke pasar untuk dijual kepada investor. Artinya modal awal yang harus dinilai itu bukan modal awal si KZ, tapi si AALI. Inilah yang menjadi dasar studi valuasi saham.
Valuasi ini dinilai dengan banyak cara. Bisa dengan menelaah sendiri, atau membaca hasil riset masing-masing sekuritas, baik dari membaca laporan keuangan, maupun langsung berkunjung ke perusahaan tersebut, agar keputusan investasi lebih matang. Ini seperti memberikan literatur barang dagangan yang menampilkan informasi produk, diproduksi dimana, pabriknya bonafid atau tidak, direkturnya siapa, manajernya siapa, asetnya berapa, hutangnya berapa, kenapa beban hutang naik, kenapa laba naik, dan sebagainya. Semua informasi itu diberikan secara gratis kepada calon investor.
Harga adalah apa yang kita bayar, nilai adalah apa yang kita dapatkan. Ketika kita menemukan harga lebih rendah daripada nilainya, itu adalah harta karun yang dicari-cari. Di saham tidak bisa menutup-nutupi nilai, karena semua investor punya akses untuk itu, mulai dari LK, ikut RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), sampai dengan company visit. Itu semua adalah hak investor. Dan saya pikir cuma di saham yang bisa seperti itu, karena kamu tidak akan menemukan hal seperti ini di pasar tradisional.
(Bersambung)
Post a Comment