“Price is what you pay, value is what you get”.
Benjamin Graham.
(This is a famous quote by Warren Buffet in the 2008 annual report of Berkshire Hathaway Inc. at the peak of the recent financial crises. The CEO of Berkshire Hathaway said that he had learnt this quote from Benjamin Graham, widely recognised as the first proponent of value investing.)
Saya akan coba jabarkan dengan bahasa yang mudah dimengerti saja.
Nilai Buku (Book Value)
Nilai buku adalah nilai aset bersih setelah dikurangi liabilitas. Semakin besar nilai bukunya, tentu semakin besar harga sebuah perusahaan. Rumus mudahnya : Total Aset - Total Liabilitas. Asumsinya, jika sebuah perusahaan merugi dan bangkrut, lalu semua aset dijual dan digunakan untuk melunasi kewajiban, sisanya itulah nilai perusahaan yang sebenarnya. Jadi kalau perusahaan memiliki total kewajiban yang lebih besar dari total asetnya, maka sudah pasti itu perusahaan yang dalam masalah besar.
Nilai Pasar (Market Value)
Secara sederhana nilai pasar ini bisa diartikan penilaian aset berdasarkan suplai dan demand. Saya sendiri lebih suka mengartikannya sebagai harga tertinggi yang masih bisa dijangkau oleh pembeli. Ini seperti sebuah polling harga saja. Sebagai contoh : Pak Ali berniat menjual rumahnya seharga Rp2.5 milyar, tapi tidak ada yang mau beli di harga segitu dan menawar di harga Rp1.5 milyar. Ini artinya nilai pasar rumah tersebut adalah Rp1.5 milyar, bukan Rp2.5 milyar. Dalam prakteknya, nilai pasar ini adalah nilai yang sedang berlaku di pasar dan tentu saja nilainya berubah-ubah tergantung supplai dan demandnya.
Nilai wajar (Fair Value)
Secara kebetulan saya menemukan definisi yang mudah dicerna tentang nilai wajar ini. Nilai wajar ini bisa diartikan sebagai nilai optimal sebuah saham. Biasanya nilai ini dihitung berdasarkan kinerja emiten baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Saya lebih suka mendefinsikan nilai wajar ini sebagai nilai yang biasa terjadi berdasarkan kinerja perusahaannya. Jika kinerja buruk, maka nilai wajarnya juga akan rendah. Jika kinerja baik, maka nilai wajarnya akan tinggi. Sejatinya nilai wajar ini bukan sebuah penilaian subjektif, melainkan penilaian objektif. Bisa dianalogikan pada deret hitung : 1 3 4 7 9 13 16 n. Berapakah n? Maka kita bisa menjawabnya : 21. Apakah 21 ini sebuah penilaian subjektif? Tidak. Karena kita hanya melanjutkan deretnya saja. Demikian saya memahami nilai wajar ini.
Nilai intrinsik (Intrinsic Value)
Secara sederhana nilai intrinsik ini diartikan sebagai nilai sebenarnya dari sebuah saham atau perusahaan. Sangat sukar menghitung nilai intrinsik, karena melibatkan tidak hanya aset yang terlihat (tangible asset), tapi juga aset yang tak terlihat (intangible asset). Contoh aset yang tak terlihat ini adalah merk, pemilik teknologi, logo, paten produk, riset, manajemen, keuntungan kompetitif lainnya, dan banyak lagi. Dari sinilah nanti akan dinilai apakah sebuah perusahaan bisa tumbuh ke depannya atau tidak. Contoh kecilnya : Sebuah koin Rp100 hari ini akan bernilai Rp100, tapi dalam jangka waktu 50 tahun lagi mungkin koin ini akan jadi koin antik yang bernilai Rp10 juta. Nah Rp10 juta itu bisa dikatakan nilai intrinsik koin tersebut. Istilah gampangnya, semakin baik kamu melihat peluang dan masa depan sebuah bisnis perusahaan, maka semakin baik pula kamu dalam menilai intrinsik perusahaan tersebut.
Saya sangat sulit menemukan situs-situs yang membahas cara menghitung nilai wajar saham, tapi banyak sekali yang membahas nilai intrinsik. Sangat mudah membedakan antara hitungan nilai wajar dan nilai intrinsik. Setiap rumus-rumus nilai wajar yang melibatkan elemen Growth dalam perhitungannya, itu sudah pasti rumus buat menghitung nilai intrinsik. Ironisnya, yang menggunakan rumus tersebut justru tidak pernah tahu tentang nilai kompetitif perusahaan yang sedang ia kaji itu. Dengan mudahnya elemen Growth dihitung menggunakan rumus CAGR atau pun historis EPS Growth dalam 5 tahun terakhir. Ini kebablasan namanya. Banyak dari dari elemen nilai intrinsik yang tak terdapat di LK. Karena itu harus terjun langsung ke lapangan, lakukan riset mendalam, sebelum memberikan nilai tertentu terhadap perusahaan yang dimaksud dengan menggunakan formula nilai intrinsik tersebut.
Pada gambar di atas terlihat bahwa setiap kali nilai pasar berada di bawah nilai wajar dan nilai intrinsiknya, maka itu kesempatan buat membeli dan simpan. Sekarang coba perhatikan antara nilai wajar dan nilai intrinsik tersebut. Terlihat nilai wajar lebih fluktuatif ketimbang nilai intrinsik, kan? Jadi mana yang mau digunakan, terserah masing-masing. Tapi setidaknya kita sudah tahu perbedaan penting antara nilai-nilai ini.
Referensi :
1. http://intelligentstocks.com/calculate-intrinsic-value-stock/
2. http://www.fastgraphs.com/_blog/Research_Articles/post/2013-09-20-chuck-carnevale-part-1-intrinsic/
3. http://theinvestmentsblog.blogspot.com/2012/04/buffett-intrinsic-value-vs-book-value.html
4. http://arborinvestmentplanner.com/what-is-the-big-deal-about-intrinsic-value/
Post a Comment