Lanjutan dari artikel sebelumnya "10 Alasan orang tidak berinvestasi di saham".
- Tidak tahu caranya. Ini alasan yang benar-benar klasik. Banyak yang berminat tapi tidak tahu caranya. Dimana bisa beli saham? Caranya gimana? Apakah harus beli lewat bank?
- Tidak punya modal. Dalam persepsi banyak orang, investasi saham itu adalah bisnisnya orang-orang kaya sehingga modal yang harus dipersiapkan pun tentunya besar. Seberapa besar? Rp50 juta paling sedikit. (gubrak!) Mereka tidak tahu bahwa dengan modal Rp5 juta pun sudah bisa buka akun di sekuritas dan trading saham. Bahkan ada juga sekuritas yang menetapkan Rp1 juta pada nasabah yang masih berstatus mahasiswa.
- Tidak populer. Jika seorang trader ditanya apa profesinya sekarang, kira-kira jawabannya apa? Seorang CS sebuah bank pernah bertanya ke saya apa profesi saya saat ini. Lalu saya jawab, "Investor." Lalu dia tanya lagi, "Apa itu investor?" Masih lebih populer profesi PNS (Pegawai Negeri Sipil), pengelola sawit, pemilik rumah kos, peternak ayam, dan sebagainya. Populer dalam artian "lebih jelas". Tampaknya di Indonesia profesi investor merupakan profesi yang tak jelas.
- Sudah kapok. Ini biasanya terjadi pada mereka yang dulunya pernah berinvestasi saham dan rugi, sehingga merekomendasikan pada orang-orang yang dikenalnya untuk menjauhi bidang yang satu ini. Ada seorang broker saham yang memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya merasa sangat bersyukur dan menasehati orang lain agar menjauhi saham. Saya tidak tahu alasan seseorang bisa kapok berbisnis saham, selain dari ia telah memperlakukan saham itu seperti judi semenjak awal trading. Dan dia kalah! Tentu saja, itu karena mindsetnya yang keliru besar.
- Lebih suka Forex atau Future. Seorang teman saya, seorang pemain Forex, mengaku heran kenapa saya lebih memilih saham ketimbang forex. Menurutnya saham itu ribet, tidak sesimpel forex. Bahkan untuk potensi keuntungan harian, masih jauh lebih menarik di forex atau pun future. Saya pernah mengajak saudara sepupu yang kebetulan saya ketahui dia banyak membenamkan modal di investasi gold future. Alasannya waktu itu banyak yang berhasil dan menjadi kaya raya. Waktu itu saya nasehati supaya jangan dekat-dekati gold future itu. Kalau memang tolok ukurnya harga emas dunia, maka harga emas akan berpotensi longsor. Dan benar saja, seiring ambruknya harga emas, maka dia kehilangan uangnya sebesar Rp100 juta. Bukannya kapok, dia malah menyuntikkan uang sebesar Rp100 juta lagi ke dalam akun tersebut dengan alasan agar modal yang dulu bisa balik. Padahal saya bilang "Ketimbang invest di situ, mendingan tanamkan semua ke saham." Waktu itu kebetulan banyak saham-saham sedang dalam posisi bersiap-siap bullish. Tapi nasehat saya ini tak diindahkannya. Istilah pasarannya dia ini 'sudah terotak'. Kabar terakhir yang saya dengar, dia masih merugi juga dan mulai mengalami kesulitan finansial. Akibatnya ia tidak bisa bayar cicilan rumah dan rumahnya pun disita. Duh!
- Banyak investasi bodong. Investasi bodong adalah investasi bohong-bohongan. Tujuannya jelas untuk merampok duit nasabah dengan cara mengiming-imingi mereka imbal hasil yang besar. Investasi seperti ini banyak dimana-dimana, seperti jamur di musim hujan, tapi dengan judul yang berbeda-beda. Ada yang pake kedok investasi di tambang emas, ada yang MLM, ada yang koperasi, ada yang arisan, dan sebagainya. Investasi saham yang betulan pun kena getahnya. Keburu alergi dengan istilah 'investasi', banyak yang memilih menghindar ketimbang 'masuk lubang kedua kalinya.'
Post a Comment